Kota Kupang, Citra Nusa Online.Com - Aliansi
Masyarakat Madani (AMAN) Flobamora, dan Gerakan Republik Anti Korupsi (GRAK)
serta Formada NTT mendesak Komisi Pemeberantasan Korupsi (KPK) dan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI), untuk mengusut kasus dugaan
korupsi dan rekayasa kredit fiktif senilai Rp.130 Milyar PT. Budimas Pundinusa
yang merupakan hasil take over kredit macet dari bank Artha Graha. Tuntutan
tersebut, disampaikan 3 organisasi anti korupsi itu saat berdemontrasi di depan
gedung KPK dan BPK RI pada Jumat (12/11/2021) pagi.
Demikian press realese
AMAN Flobamora dan GRAK serta Formada NTT yang diterima tim media ini via pesan
Whatsapp/WA, pada Jumat (12/11/21).
“Terkait kasus ini, ada
temuan kredit PT. Budimas Pundinusa senilai Rp 130 Milyar di Bank NTT yang
merupakan hasil take over credit (pengambilalihan kredit, red) dari Bank Artha
Graha dan untuk membiayai usaha penggemukan ternak sapi di Oesao, serta
budidaya rumput laut yang diduga fiktif,” tulis 3 Organisasi tersebut .
Menurut Mereka, ada
sejumlah kejanggalan terkait proses kredit tersebut, yaitu: 1)Ternak sapi bukan
lini atau basic bisnis PT. Budimas Pundinusa, karena PT Budimas Pundinusa
bergerak di bidang perbengkelan dan bahan kimia; 2) Range sapi atau peternakan
di Desa Oesao Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang bukan milik PT. Budimas
Pundinusa; 3) Jaminan atau agunan Kredit yang diajukan PT. Budimas Pundinusa
adalah milik pihak ketiga; 4) Aset yang dijadikan agunan Kredit berada di luar
wilayah kerja Bank NTT atau di luar NTT. Harusnya mendapat persetujuan dewan
direksi, namun menjadi pertanyaan kenapa bisa lolos tanpa sepengetahuan Dewan
Direksi.
Terkait masalah
tersebut, 3 organisasi meminta KPK untuk: 1)Mengambil ahli pemeriksaan Kasus
dugaan korupsi take over kredit dari Bank Arta Graha; 2) Memeriksa Dewan
Komisaris dan Direksi PT Bank NTT, Dewan Komisaris dan Direksi PT Budimas dan
Dewan Komisaris dan Direksi PT. Flobamora; 3) Melakukan kerja sama dengan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Otoritas Jasa Keuangan untuk berkoordinasi
menangani kasus ini; 4) Menangani dengan serius kasus dugaan korupsi yang terjadi
di NTT, khususnya terkait laporan yang telah diberikan pada tanggal 18
September 2021 atas nama ARAKSI.
Lebih lanjut di depan
Kantor BPK RI, AMAN Flobamora dan GRAK Sera Formada NTT menyampaikan
sejumlah tuntutan dan seruan terkait dugaan korupsi kredit take over Bank
NTT Rp 130 Milyar milik PT. Budimas Pundinusa dari Bank Artha Graha, yaitu: 1)
Menuntut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan pemerikasaan terkait
kredit macet PT. Budimas; 2)Menuntut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk
melakukan audit investigasi lebih lanjut di Bank NTT; 3)Menuntut Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memastikan secara sah dan meyakinkan jumlah
kerugian negara yang terjadi di Bank NTT.
Tiga organisasi tersebut
juga menyerukan beberapa hal, diantaranya yaitu: 1) Menyerukan pada
bupati-bupati se-NTT, sebagai pemegang saham seri A untuk tidak memasukan
penyertaan modal sampai permasalah di Bank NTT terselesaikan; 2)Menyerukan pada
pemerintah Kabupaten Ngada untuk meminta PT Bank NTT Menindaklanjuti Selisih
Kas Daerah Pemerintah Kabupaten Ngada TA 2011 Senilai Rp10.171.541.006,00
karena akan mengakibatkan risiko reputasi tidak baik yang akan dialami
Pemerintah Kabupaten Ngada; 3)Menyerukan kepada Gubernur Provinsi Nusa Tenggara
Timur sebagai Pemegang Saham Pengendali untuk: a) Memperbaiki manangement Bank
NTT; b)Meminta pertanggungjawaban dari Dewan Komisaris dan Direksi PT Bank NTT
periode 2019-2023; c) Memanggil dan meminta pertanggung jawaban dari
Dewan Komisaris dan Direksi PT Bank NTT periode sebelumnya. 4) Menyerukan pada
DPRD Propinsi NTT untuk mengawal kasus kredit macet di Bank NTT, khususnya
terkait Kredit macet PT. Budimas karena diduga mengarah pada tindakan Fraud.
Seperti diberitakan
sebelumnya (12/11/21), Kredit PT. Budimas Pundinusa senilai Rp 130 Milyar di
Bank NTT yang merupakan hasil take over credit (pengambilalihan kredit, red)
dari Bank Artha Graha dan untuk membiayai usaha penggemukan ternak sapi di
Oesao, serta budidaya rumput laut diduga fiktif.
“Kredit PT.
Budimas Pundinusa itu jelas-jelas kredit fiktif. Kenapa fiktif? Karena take
over kredit Bank NTT dari Bank Artha Graha sebesar Rp 32 M (dari Rp 100 M tahap
I, red) untuk membiayai proyek di Kalimantan hanya modus. Proyek itu tidak ada
karena tidak ada kontrak kerja yang seharusnya dijaminkan. Begitu juga Usaha
penggpenggemukan sapi di Oesao yang dibiayai sebesar Rp 48 M juga fiktif karena
tempat itu bukan milik PT. Budimas Pundinusa. Lokasi itu milik PT. Bumi Thirta
makanya tidak dijaminkan sebagai agunan kredit di Bank NTT,” ungkap sumber yang
sangat layak dipercaya.
Sumber yang tahu persis
kredit fiktif tersebut menjelaskan bahwa tidak terdapat dokumen kontrak
pengerjaan proyek yang sedang dikerjakan PT. Budimas Pundinusa pada tahun 2019,
khususnya terkait Fire Protection & Emergency Response Services dengan
beberapa pelanggan/rekanan yakni PT. Chevron Pasific Indonesia dan PT.
Sucofindo.
“Padahal kontrak
tersebut merupakan dasar analisa pengembalian/pembayaran angsuran kredit PT.
Budimas Pundinusa. Apakah proyek bernilai puluhan milyar dilaksanakan tanpa
kontrak? Sampai saat ini tidak ada kontrak kerjanya, jadi sudah bisa dipastikan
fiktif,” bebernya.
Begitu pula, lanjutnya,
terkait dengan Kredit Modal Kerja usaha usaha penggemukan sapi Rp 48 M (dari Rp
100 M tahap, red). “Lokasi range sapi Budimas dimana? Mereka buat surat jual
beli aspal (asli tapi palsu, red) seolah-olah range sapi di Oesao milik PT.
Budimas Pundinusa. Jadi Bank NTT ditipu. Petugas survey lokasi milik PT. Bumi
Thirta,” tandasnya sumber yang tak ingin namanya disebutkan.
Buktinya, lanjutnya,
Sertifikat Hak Milik (SHM) atas lokasi penggemukan sapi tersebut tidak dibalik
nama atas nama PT. Budimas Pundinusa. “Harusnya SHM itu dibalik nama dan
dijadikan sebagai agunan kredit karena lokasi itu merupakan tempat usaha yang menjamin
pengembalian/cicilan kredit. Tapi yang terjadi sekarang, Bank NTT ditipu
mentah-mentah,” kritiknya.
Sumber lainnya juga
mengungkapkan hal senada. Menurutnya, tidak terdapat perjanjian kerjasama
antara PT, Budimas dengan agen-agen di Kabupaten lain di NTT (TTS, TTU, Belu,
Malaka, red) terkait jual beli sapi. Juga tidak ada kontrak kerja sama antara
PT. Budimas Pundinusa selaku penyedia sapi dengan PT. Flobamor selaku pemberi
kerja/penerima sapi, sekaligus pemilik kuota pengiriman sapi/antar pulaukan
sapi ke luar NTT.
“Akibatnya, tidak
diketahui pasti proyek kerjasama itu berlangsung 1 tahun ataukah multi years.
Mekanisme pembayaran PT. Flobamor ke PT. Budimas Pundinusa via bank NTT ataukah
via bank lain?” ungkapnya lagi.
PT. Budimas, jelasnya,
juga tidak memiliki sturuktur managemen dengan nama pemangku masing-masing
jabatan terkait bidang usaha ternak sapi sebagai syarat penandatandatanganan
akat kredit, sehingga menjadi tidak jelas bagi bank tanggungjawab masing-masing
pemangku jabatan struktur, terkait kredit tersebut.
“Lalu ada penambahan
kredit Rp 20 Milyar (setelah pencairan kredit Rp 32 Milyar dan Rp 48 Milyar,
red) waktu itu dengan alasan beli tempat usaha pembibitan dan penggemukan sapi
di Desa Oesao. Itu artinya, Bank NTT sebenarnya biayai usaha yang belum ada
sebelumnya. Kog bisa ya, Bank NTT Beri kredit Rp 20 M untuk beli tanah/tempat
usaha? Anehnya lokasi itu tidak dijadikan sebagai agunan kredit?” kritiknya.
(NID./tim).
0 comments:
Posting Komentar