Senin, 17 April 2023

Catatan 'Singkat' Untuk Kapolres Nagekeo


(Tanggapan Terhadap Jumpa Pers 'Aneh' Kapolres Nagekeo)

Opini Oleh : Primus Dorimulu (Wartawan, Tinggal di Jakarta)

 

SAYA sebut Jumpa Pers yang dilakukan Kapolres Nagekeo, AKBP Yudha Pranata dengan 'Geng Wartawan' Kaiser Hitam (KH) Destroyer sebagai Jumpa Pers penuh keanehan. Kesan yang saya tangkap dari pernyataan Kapolres dalam  Jumpa Pers tersebut, seolah-olah Orang Nagekeo dianggap bodoh dan pers lokal dinilai ‘mati angin’ serta gampang disetir. Ini jelas penghinaan kepada masyarakat Nagekeo dan pers. Karena itu, bagi saya perlakuan dan cara-cara seperti ini harus dilawan.

 

Kapolres Nagekeo, AKBP Yudha Pranata menggelar jumpa pers tentang Grup KH (Kaiser Hitam) Destro, peran pers, penganiayaan empat pemuda Aeramo, Nagekeo yang dituduh mabok. Pada kesempatan yang sama, Kapolres juga menjelaskan soal laporan Ketua Suku Nataia atas berita Patrick Meo Djawa, wartawan Tribun News, hingga masalah revitalisasi  Pasar Danga.

 

Catatan saya setelah melihat video jumpa pers ini:

 

1.     1. Jumpa pers ini eksklusif.

Yang diundang hadir hanya wartawan Grup KH (Kaiser Hitam) Destroyer (Destro). Wartawan profesional  dari media independen tidak diundang. Jumpa pers tidak boleh eksklusif. Semua media yang biasa meliput berita di Mbay harus diundang. Kalau memang tujuannya luhur: undang semua wartawan yang  biasa meliput di Mbay. Masa tidak ada TVRI, Antara, Pos Kupang, Flores Pos, TribuneNews, dsb.


2.      2. Video tidak menampilkan sosok wartawan yang hadir.

Dalam sesi tanya-jawab, wajah wartawan yang bertanya tidak terlihat. Hanya suara yang terdengar. Terkesan, wajah dan nama 5 orang wartawan KH Destroyer disembunyikan. Ini jumpa pers jenis apa?


3.    3.  Pertanyaan wartawan Destro sangat tidak bermutu.

4.    Tidak ada pertanyaan kritis yang mampu memaksa narasumber untuk menjelaskan kasus sebenarnya.

Mestinya ada pertanyaan, antara lain: Mengapa KH Destro jadi sangat eksklusif dan hanya jadi corong Kapolres? Mengapa menganiaya pemuda pada Hari Paskah, hari suci umat Katolik dan anak muda itu sedang merayakan Pesta Paskah? Kalau benar mereka mabuk, apakah tidak ada cara lain untuk tangani mereka? Mengapa harus ditangani kekerasan? Masih banyak lagi pertanyaan kritis yang mestinya bisa ditanyakan jika jumpa pers dilakukan secara terbuka bukan eksklusif untuk wartawan Anggota KH Destroyer.


5.     4. Kapolres mengakui bahwa KH (Kaiser Hitam) Destroyer adalah grup yang dibentuknya.

Menurut Kapolres, Tujuannya adalah untuk pembinaan wartawan, agar wartawan menulis berita yang benar, berita yang sudah dikonfirmasi.

Ini benar-benar menyesatkan! Yang membina wartawan bukanlah polisi, tapi media tempat wartawan bekerja, asosiasi tempat wartawan bernaung (PWI, AJI, IJTI, AMSI, dsb), dan Dewan Pers.


5. Polisi tak perlu membina pers. 

Polisi tidak perlu membina pers, melainkan cukup menjadi narasumber yang aktif, minimal cepat merespons pertanyaan media, dan berlaku adil terhadap semua media. Undangan jumpa pers mestinya disampaikan kepada semua media, bukan hanya kepada 5 wartawan/media anggita group KH Destroyer. Dengan mengaku dan menempatkan diri sebagai Pembina Pers, Kapolres Nagekeo sedang mengerdilkan peran, tugas dan fungsi pers.


6. Pers adalah Pilar ke-4 Demokrasi Indonesia. 

Polisi tidak perlu membina pers, karena pers adalah kekuatan keempat (selain eksekutif, legislatif, dan yudikatif) untuk melaksanakan kontrol sosial. Pers adalah watchdog, yang antara lain, bertugas mengontrol kerja polisi. Pasal 3 UU No 40 tentang Pers menyebutkan, pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Mengapa terkesan pers diketakkan di bawah ‘ketiak’ Kapolres?


7. Polisi tak perlu membina pers karena pers memiliki independensi. 

Polri sebagai institusi cukup membina aparat kepolisian. Masing-masing institusi melakukan pembinaan internal. Biarlah setiap profesi bekerja dengan standar profesinya.


8. Perintah Kapolres, “Bikin dia stress” tidak bisa dianggap sepele. 

Karena yang mengancam adalah Kapolres yang punya senjata api, pasukan, dan punya ‘perhatian’ khusus kepada Patrick, wartawan Tribun News. Tiga kata —bikin dia stress— harus dibaca dalam satu frasa. Artinya ada aksi serius dengan target agar  Patrick stress. Tingkat stress bisa rendah, bisa sedang, dan sangat tinggi hingga gila dan bunuh diri. Level stress manakah yang ditargetkan Kapolres?


9. Pernyataan di poin (8) yang Berisi Ancaman terhadap Wartawan. 

Karena di bagian dialog lain, ada respons dari anggota KH Destro. “Ini mau nya apa anak Tribun.” “Maunya kita patahkan rahangnya.”  “Ade atur dulu, urusan belakangan.”  “Coba cara baik2 dulu. kalau gak, baru d jadikan sampah.” Itu dialog anggota Grup HK Destroyer. Sesuai namanya “Destroyer”, mereka hendak menghancurkan siapa saja berseberangan dengan mereka!  Rahang Patrick mau dipatahkan. Patrick mau dijadikan sampah! Benar-benar destroyer!


10.  Dalam jumpa pers, anak muda yang dikabarkan mabok dan ditahan hampir sepekan terlihat ketakutan. 

Apa yang dilakukan polisi selama  mereka dalam tahanan?  Kapolres dengan entengnya mengatakan tidak ada pemukulan. Semua penjelasan berbeda dengan fakta dalam video yang beredar.


11. Kapolres menyatakan, media di luar Grup Destro tidak melakuan klarifikasi dengan meminta keterangan kepada mereka, minimal lewat WA. 

Ini jelas sebuah kebohongan publik. Para wartawan lokal menyimpan permintaan mereka lewat WA kepada Kapolres dan pejabat di bawahnya. Tapi, tak ada respons. Bahkan ada nomor HP wartawan yang diblokir. Saat datang di kantor Polres pun Kapolres tidak bersedia untuk diminta klarifikasi.

12. Wartawan bekerja dengan standar jurnalistik. 

Berita tentang sebuah kasus tidak boleh hanya andalkan satu sumber. Tidak boleh! Sumber berita harus lebih dari satu pihak. Dalam hal sengketa,  semua pihak yang bersengketa harus diwawancarai terpisah. 

Dalam kasus penganiayaan pemuda Aeramo, yang harus diinterviu media adalah anak-anak muda yang terlibat, Kapolres dan Patrick ajudannya, masyarakat setempat sebagai saksi.  Saat ini, anak muda yang dilepas belum bisa dijadikan narasumber. Mereka pasti masih ketakutan.


13. Ketua Suku Nataia juga dihadirkan dalam jumpa pers. 

Untuk apa Ketua Suku Natalia dihadirkan dalam Jumpa Pers? Mau menakut-nakuti Patrick.   Sebagai wartawan yang bertanggung jawab atas tulisannya. Polisi tak boleh main panggil wartawan atas sengketa/delik pers atau terkait karya jurnalistik (berita/opini dll) yang ditulisnya. Karena terkait karya jurnalistik, wartawan hanya tunduk pada UU Pers No.40 Tahun 1999.

 

14. Kapolres meminta wartawan menjalankan tugas dengan benar.

Melakukan investigasi untuk mendapatkan informasi yang akurat. Mengapa Kapolres Sok Ngatur kerja Pers? Pertanyaannya, apakah Penyidik Polres Nagekeo sudah profesional dalam bekerja?  benar dalam mengidentifikasi objek perkara? Hehehe ... Mengapa bisa salah identifikasi dalam kasus Pasar Danga? Objek lain yang digusur, tapi objek lain yang diidentifikasi?


15.  Investigasi wartawan Patrik di Pasar Danga. 

Bukankah Patrick sedang melakukan tugas jurnalistiknya agar publik tidak hanya mendapatkan informasi sepihak, yakni hanya dari Polres Nagekeo? Mengapa Kapolres Nagekeo mempersoalkan kerja jurnalistik? Mengapa Sok ngatur kerja jurnalistik?


16. Jangan menilai masyarakat bodoh.

Dalam Jumpa Pers, Kapolres Nagekeo menarasikan  seolah-olah masyarakat pembaca adalah kelompok orang 'bodoh' sehingga untuk mengatasi kebodohan itu, semua berita hanya boleh datang dari satu pihak, yakni dari Polres Nagekeo.  

Di luar  berita yang bersumber dari Polres adalah tidak benar dan merusak opini masyarakat. Dinarasikan seolah-olah Wartawan yang menulis berita di luar versi Polres Nagekeo masuk kategori warwawan tidak benar. Ini benar-benar sebuah pandangan yang sangat menyesatkan. Pandangan seperti ini hanya bisa ada di RRC dan Rusia, negara totaliter. Ini negara demokrasi, Pak!


17. Peran Pers.

Pada pasal 6 UU Pers disebutkan: Pers berperan untuk (a) memenuhi hak rakyat untuk mengetahui (right to know).  (b) Pers nasional menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan, (c) mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar; (d) n melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; (e)  memperjuangkan keadilan dan kebenaran.


18. Kapolres Ingin Menjadi Penentu Arah Opini Publik di Nagekeo.

Tampak jelas, Kapolres ingin menjadi satu-satunya pihak yang menentukan opini publik di Nagekeo. Narasumber lain, yang kompeten di bidangnya dinilai tidak layak menjadi narasumber. Jika ada informasi lain di luar versi Polres Nagekeo dinilai sebagai penyesatan opini publik. Padahal, sesungguhnya yang menyesatkan publik adalah sikap Kapolres Nagekeo itu.


19. Biarlah para wartawan bekerja dengan standar profesinya. 

Polisi bekerja dengan standar profesinya. Dalam menjelaskan profesi, wartawan membutuhkan narasumber yang kredibel di bidangnya. Berikan mereka informasi, termasuk saat mereka meminta klarifikasi informasi. 

Tapi, polisi tak boleh melarang saat warwawan melakukan cross check ke sumber lain. Karena untuk mendapatkan kebenaran, wartawan wajib melakukan check and recheck, cover both sides, melihat masalah multi-angles.  Jika itu terjadi, yang untung adalah masyarakat. Karena mereka akan mendapatkan berita yang benar, tepat, dan akurat.

20. Indonesia adalah negara demokrasi dan negara hukum. 

Biarlah rakyat bebas mengekspresikan pendapatnya. Selama ekspresi pendapat sesuai koridor hukum, pihak penegak hukum perlu mendukung tanpa menebar rasa takut. 

Terimakasih. Salam damai.

Share:

0 comments:

KASUS VINA TERBONGKAR

IKLAN BANNER

GALERY BUDAYA SUMBA

Label

PANORAMA PANTAI LAMALERA

BERITA TERBARU

GALERY BUDAYA MASYARAKAT SABU