• DAERAH

    Masyarakat diminta hati-hati dan waspada adalah agar jangan terlibat dalam politik

  • NASIONAL

    Rael Count KPU RI Hasil Hituang Suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, sampai tanggal 19 Februari pukul 20.15 WIB

  • NASIONAL

    Real Count KPU RI Hasil Hitung Suara Legislatif DPR RI 2024, sampai tanggal 19 Februari 2024 pukul 20:00 WIB

  • PENDIDIKAN

    Demikian dikatakan Kepala SMPK Sta. Familia, Sikumana – Kota Kupang, Sr. Maria Regina Manis, PRR kepada wartawan

  • PENDIDIKAN

    Linus Lusi, mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVI yang telah melakukan kegiatan ini

Senin, 27 Maret 2023

Polres Nagekeo Diminta SP3 Kasus Pasar Danga Karena Dibaliknya Ada 99 Persen Kepentingan Politik


Jakarta, Voice News.Id - Diduga ada 99 persen Kepentingan Politik Dibalik Kasus Rehabilitasi/Penataan Pasar Danga, Mbay, Kabupaten Nagekeo - NTT yang saat ini sedang disidik oleh Kepolisian Resort (Polres) Nagekeo.  Seharusnya kepentingan yang mendorong dibukanya kasus ini adalah kepentingan politik penegakan hukum. Karena itu, Polres Nagekeo diminta untuk segera menghentikan penyidikan (menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan/SP3, red) jika tak ingin di Pra-peradilan.


Demikian tanggapan Ketua Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus, SH ketika dimintai tanggapannya terkait kasus dugaan pemusnahan aset berupa 4 los pasar Danga (yang ternyata masih ada, red) yang sedang disidik oleh Polres Nagekeo saat ini.

“Empat los pasar yang oleh penyidik Polres Nagekeo diduga telah dibongkar saat rehab/penataan pasar Danga tahun 2019, ternyata masih ada dan sedang digunakan oleh pedagang hingga saat ini. Sedangkan yang dibongkar saat itu, ternyata bangunan rusak yang sudah tidak bernilai dan tidak tercatat dalam aset daerah. Memang kelihatannya ada yang tidak beres. Saya bisa menduga ada 99 persen kepentingan politiknya dibalik kasus itu. Karena kalau murni, nggak mungkin itu dijadikan kasus korupsi. Ini terlalu dipaksakan,” tandas Petrus Salestinus.

Menurut Salestinus, publik Nagekeo curiga terhadap itikad baik Polres Nagekeo di balik pengungkapan kasus tersebut. Mengingat kasus tersebut sudah lama dipolemikan dan ternyata tidak terdapat fakta yang mengarah kepada tipikor. Namun anehnya, sekarang Polres Nagekeo gencar dan ujug-ujug telah menetapkan 3 orang tersangka bahkan disebut-sebut target operasinya mengarah ke Bupati Nagekeo saat ini.

“Jika targetnya benar demikian, maka penyidikan kasus ini sudah tidak murni penegakan hukum, karena patut diduga ada campur tangan legislatif, bahkan ada campur tangan uang di balik agenda pengungkapan dugaan korupsi dimaksud,” ungkap Salestinus.

Ia menilai penyidik Polres Nagekeo salah kaprah dan keliru dalam pulbaket (pengumpulan bahan dan keterangan, red) atau tanpa pulbaket. “Saya lihat penyidik sudah salah kaprah dan keliru dalam mengidentifikasi objek penyelidikan dan penyidikan sehingga subyek hukum yang menjadi targetpun menjadi eror dan berimplikasi salah mengenai orang apalagi ini bukan peristiwa pidana korupsi. Bangunan lain yang dibongkar, tapi penyidik menghitung kerugian negara dari bangunan yang masih berdiri dan sedang digunakan pedagang hingga saat ini,” beber Salestinus.

Bahkan, lanjutnya, penyidik sudah kehilangan arah sehingga mengait-ngaitkan pembongkaran bangunan tua (yang dibangun sejak tahun 1984, red) dengan proyek pembangunan pasar di tahun-tahun berikutnya. “Yang dilidik dan disidik dugaan pemusnahan aset tapi dibuat seolah-olah kasus korupsi supaya bisa menjerat Bupati. Kalau melihatnya demikian, mengapa baru sekarang Polres Nagekeo melek dan ujug-ujug jadi korupsi. Ini tidak benar, harus dikoreksi dan mengada-ada. Karenanya segera di SP3-kan atau Polres akan menghadapi Pra-peradilan dan upaya hukum lainnya,” tandas Salestinus.

Apalagi saat ini, lanjutnya, mencuat fakta baru bahwa 4 los pasar (yang diduga oleh penyidik Polres Nagekeo telah dibongkar, red), ternyata masih ada dan sedang digunakan oleh para pedagang. “Kalaupun bangunan lain yang dibongkar itu (bangunan tahun 1984, red) masih memiliki nilai buku/ekonomisnya, maka masalah itu hanya masuk dalam ranah perdata,” kata Salestinus.

Menurut Sakestinus, tidak ada unsur melawan hukum dalam Rehab Pasar Danga tahun 2019 karena Bupati Nagekeo memiliki kewenangan mengeluarkan kebijakan untuk direnovasi. “Renovasi/rehab itu tidak saja untuk menaikan nilai ekonomis bangunan, tetapi juga menaikan harkat dan martabat para pedagang atau para papalele yang adalah masyarakat lokal Nagekeo sendiri,” jelas Salestinus.

Salestinus menduga, ada intervensi pihak di luar Polres Nagekeo. “Jadi ini namanya penyidikan korupsi untuk korupsi, karena ada campur tangan (eksekutif atau legislatif atau yudikatif, red) atau karena campur tangan kekuasaan uang. Persoalan renovasi pasar Danga tahun 2019, tidak bisa dikualifikasi sebagai Tindak Pidana Korupsi. Karena faktanya 4 los Pasar Danga yang diduga dimusnahkan masih masih ada dan sedang digunakan,” bebernya.

Sedang los pasar yang dibangun tahun 1984, lanjut Sakestinus, telah direnovasi dengan membangun los pasar baru sehingga menjadi bernilai ekonomis tinggi dan mendatangkan PAD bagi Pemkab Nagekeo. “Para pedagang pengguna Los pasar tersebut yang meminta direhab.  Aggarannya juga merupakan sumbangan pengusaha. Lalu salahnya di mana? Kerugian negaranya dari mana?” bebernya.

Jadi proses penyidikan yang dilakukan Polres Nagekeo dalam kasus tersebut, jelas Salestinus, sama sekali tidak mengedukasi masyarakat. “Karena tidak mempunyai nilai pendidikan politik yang baik, karena berusaha mengaburkan fakta-fakta terutama niat baik pemerintah daerah untuk mengangkat harkat dan martabat para pedangang secara layak dan manusiawi,” ungkapnya.

Rehabilitasi Pasar Danga tahun 2019 tersebut, lanjut Salestinus, dilakukan melalui kebijakan pemerintah daerah tanpa menggunakan uang negara. “Terus salahnya dimana? Kok dibilang penghapusan aset? Nomenklatur penghapusan aset itu seperti apa? Kan asetnya tetap ada, hanya bangunan tua yang tidak bernilai lagi itu kemudian diganti  dan dibangun lagi bangunan yang sesuai  dan asas manfaatnya  sudah dirasakan oleh masyarakat. Unsur korupsi yang dimaksud kan oleh Polres Nagekeo itu dimana ? Tanahnya kan tetap ada, ataukah ada bukti uang yang dikorupsi?" ujarnya.

Menurutnya, setiap pejabat memiliki kewenangan Diskresi, yang secara hukum diberikan oleh UU untuk melakukan tindakan tertentu yang tidak diatur dalam UU demi kemaslahatan masyarakat dan bisa dipertanggungjawabkan.

Penyidik, lanjut Salestinus, terlalu memaksakan kasus tersebut menjadi peristiwa pidana korupsi. “Harusnya mereka  bisa membedakan antara kegiatan rehabilitasi untuk kemaslahatan para pedagang dan penghancuran untuk mengisi pundi-pundi pejabat,” ujarnya.

 Ia menjelaskan, saat rehab Pasar Danga tahun 2019, Pemkab Nagekeo membongkar  bangunan lama ( yang dibangun sejak tahun 1984, red)  yang sudah tidak bernilai dan tidak tercatat sebaga aset daerah saat penyerahan dari Pemkab Ngada. “Kemudian di atas lahan tersebut di bangun bangunan baru (2 unit Los pasar dan MCK dari sumbangan pengusaha, red). Itu nomenklaturnya rehab, bukan pemusnahan,” jelasnya.

Misalnya, Salestinus mencontohkan, ada jalan milik negara/daerah yang dibongkar untuk perbaikan drainase yang tersumbat. Kemudian dibangun drainase yang baru yang lebih bagus dan jalan tersebut diperbaiki kembali. “Apakah itu dapat dikategorikan Tipikor? Penyidik Polres Nagekeo harus jeli dan hati-hati melihat ini. Jangan asal proses hukum karena ada embel-embel di balik itu,” kritik Salestinus.

Selestinus juga mempertanyakan asal usul kerugian negara yang ditetapkan penyidik Polres Nagekeo. "Kalau Los pasar senilai Rp 300-an juta itu masih ada. Dan ternyata Los yang dibongkar itu adalah bangunan lain (yang sudah tidak ada nilai bukunya sehingga tidak tercatat sebagai aset daerah sejak penyerahan aset oleh Pemkab Ngada ke Pemkab Nagekeo, red), terus korupsinya dimana?” kritinya.

Apalagi, lanjut Salestinus, anggaran rehab/revitalisasi pasar tersebut bukan berasal dari uang negara. “Tidak ada uang negara yang digunakan untuk rehab/revitalisasi  pasar Danga tahun 2019. Lalu uang darimana yang dikorupsi oleh para tersangka? Sebaliknya, justru negara/daerah diuntungkan senilai Rp 200-an juta. Orang nyumbang ke negara kok dipidana? Yang benar saja Pak Kapolres?” kritiknya lagi.

Kapolres Nagekeo, AKBP Yuda Pranata yang dikonfirmasi Tim Media ini melalui pesan WhatsApp sejak Sabtu (25/3/23), tidak memberikan respon hingga berita ini ditayang.

Seperti diberitakan berbagai media sebelumnya, Polres Nagekeo menetapkan 3 orang tersangka dalam kasus dugaan pemusnahan aset daerah berupa 4 Los pasar Sangat, Mbay dengan nilai perolehan sekitar Rp 300-an juta. Namun ternyata terungkap fakta bahwa 4 unit pasar tersebut masih ada dan sedang digunakan oleh para pedagang. (vn/tim)

Share:

Sabtu, 25 Maret 2023

Diduga Ketua DPRD Nagekeo Sengaja Politisir Pembangunan Bandara Surabaya II Demi Pilkada Nagekeo 2024


Jakarta, Voice News.Id- Ketua DPRD Kabupaten Nagekeo, Marselinus Ajo Bupu alias Seli Ajo diduga  sengaja mempolitisir masalah Kajian Penempatan Lokasi (Penlok) Pembangunan Bandara Surabaya II Mbay, Kabupaten Nagekeo-NTT demi kepentingan Pilkada Nagekeo Tahun 2024 nanti.

Demikian dikatakan praktisi hukum, Kasmirus Bara  Bheri  (yang juga Ketua Satgas Anti Korupsi DPD Golkar NTT, red) ketika dimintai tanggapannya melalui sambungan salulernya pada Jumat (23/3/23) terkait pembangunan Bandara Surabaya II yang dipolemikkan Ketua DPRD Nagekeo Seli Ajo seolah-olah telah terjadi dugaan kerugian negara Rp 2 M (versi Seli Ajo, red) karena Pemkab Nagekeo melakukan Kajian Penlok Bandara Tahun 2021 pada lokasi yang sama dengan Kajian Penlok tahun 2011.

    Kasmirus Bara Bhery


“Saya barusan selesai pertemuan dengan teman-teman di Jakarta sini, kami cukup heran saat membaca pernyataan Pak Ketua DPRD Nagekeo (Seli Ajo, red) dalam Jumpa Pers seolah-olah Pak Ketua tidak tahu menahu tentang Kajian Penlok Tahun 2021. Padahal Pak Ketua yang mengetok palu untuk menetapkan Perda APBD Nagekeo Tahun 2021 (yang didalamnya ada alokasi anggaran sekitar Rp 1,6 M untuk kegiatan Kajian Penlok Tahun 2021, red). Ini sangat aneh. Kalau begini, siapa saja bisa menduga Pak Ketua sengaja mempolitisir kasus yang sedang diselidiki Polres Nagekeo untuk kepentingan politik menjelang Pilkada 2024 nanti,” ungkap Kasmirus Bhery.

Kasmirus menjelaskan, Alokasi anggaran tersebut melalui pembahasan panjang di DPRD Nagekeo sebelum ditetapkan. “Kalau menurut Pak Ketua bahwa Kajian Penlok 2021 itu tidak perlu dilakukan karena tumpang tindih pada lokasi yang sama, mengapa Pak Ketua Ketok Palu untuk menyetujui anggaran itu? Kalau secara lembaga, DPRD Nagekeo telah menyetujui anggaran itu, lalu mengapa sekarang Pak Ketua mempersoalkan lagi anggaran Penlok tersebut? Ini aneh ! Pak Ketua DPRD Nagekeo perlu mengklarifikasi hal ini agar tidak menimbulkan opini liar di masyarakat,” tandasnya.

Apalagi, lanjut Kasmirus,  Ketua DPRD Nagekeo, Seli Ajo juga ikut dalam Kegiatan Evaluasi Hasil  Kajian Teknis Penlok Bandara Surabaya II Tahun 2021 di Ruang Rapat Gedung Karya Lt. 22 Kemenhub Jakarta, tanggal 26 Januari 2021. "Tapi mengapa Pak Ketua pura-pura tidak tahu tentang pemindahan lokasi bandara dari tanah milik TNI-AD (seluas 90 hektar) ke tanah milik Pemkab Nagekeo (seluas 49 hektar di bekas Bandara Surabaya II yang dibangun Jepang, red). Bahkan Pak Ketua terkesan ‘cuci tangan’ soal itu?” bebernya.

Ia meminta agar masalah tersebut diklarifikasi secara benar dan jujur oleh Ketua DPRD Nagekeo, Seli Ajo.

 “Apalagi saat ini juga beredar informasi di masyarakat yang menyebutkan bahwa Pak Ketua ingin maju lagi di Pilkada Nagekeo pada tahun 2024 nanti, berpasangan dengan Bupati Don tapi ditolak. Jadi kita harap, janganlah merekayasa kasus untuk kepentingan politik. Apalagi untuk balas dendam politik dan jegal-menjegal di Pilkada 2024,” tandas Bhery.

Pembangunan Bandara Surabaya II, lanjut Cezar, sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi masyarakat Nagekeo dan Flores pada umumnya.

 “Ini merupakan salah satu program Presiden Jokowi melalui Kementerian Perhubungan untuk masyarakat Flores,” ujarnya.

Karena itu Politisi DPD I partai Golkar NTT ini  mengingatkan semua pihak agar tidak menghalang-halangi pembangunan Bandara Surabaya II. 

“Saya perlu ingatkan Pak Ketua agar jangan membangun opini sesat seolah-oleh Kajian Penlok bandara tahun 2021 tidak dipakai sehingga bisa dianggap total lost dan merugikan keuangan negara. Itu tindakan yang sangat tidak patut,” kritiknya.

Ia juga mengingatkan Polres Nagekeo agar jangan sampai mengkriminalisasi pihak-pihak yang terlibat dalam pembangunan Bandara Surabaya II. 

 “Bandara ini dibutuhkan saat peresmian Waduk Mbay oleh Presiden Jokowi yang direncanakan tahun 2024. Jadi jangan sampai terjadi kriminalisasi hanya sekedar untuk menghalang-halangi pembangunan bandara,” tegasnya.

Menurut Kasmirus, Satgas Anti Korupsi Partai Golkar DPD I NTT telah membantuk Tim Investigasi untuk mengungkap Kasus Pasar Danga dan Bandara Surabaya II. 

“Hasilnya akan kami umumkan secara terang benderang kepada masyarakat dan masyarakat bisa membandingkannya dengan hasil penyelidikan aparat Polres Nagekeo. Ini juga merupakan wujud kontrol masyarakat terhadap kinerja APH, khususnya Polres Nagekeo yang menangani kedua kasus tersebut,” paparnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Bappelitbangda Kabupaten Nagekeo, NTT, Kasmir Dhoy mengatakan, kajian Penlok Bandara Surabaya II di Kota Mbay, Kabupaten Nagekeo, NTT Tahun 2021 mesti dilakukan untuk mengganti Penlok Bandara Surabaya II Tahun 2011 dan Hasil Peninjauan Kembali Penlok oleh Pemkab Nagekeo pada Tahun 2016 yang letak lokasi/areal pembangunan bandaranya masuk ke Tanah milik TNI-AD.

“Kajian Penlok Tahun 2021 mesti dilakukan untuk mengganti Penlok Tahun 2011 yang seluruh areal pembangunan Bandara baik sisi darat maupun sisi udaranya, masuk dalam tanah milik TNI-AD seluas 90 hektar. Jadi Kajian Penlok Tahun 2021 dilakukan untuk memindahkan lokasi bandara dari tanah milik TNI-AD ke tanah milik Pemkab Nagekeo (eks bandara Jepang/Sisa River Aerodrome). Jadi tidak benar kalau dikatakan Kajian Penlok Tahun 2021 dilakukan pada lokasi yang sama. Itu menyesatkan,” tandasnya.

Menurut Kasmir, Pemkab Nagekeo pada tahun 2016 melakukan peninjauan kembali Penlok Tahun 2011 (untuk memperbaharui Penlok 2011 yang kadaluarsa karena sudah lebih dari 5 tahun, red). “Namin sebagian besar lokasi/areal pembangunan Bandara, baik run way, apron dan taxi way-nya juga masih masuk di dalam tanah milik TNI-AD,” ungkap Kasmir.

Pemkab Nagekeo dan Departemen Perhubungan, lanjut Kasmir, telah melobi pihak TNI-AD untuk meminta Izin penggunaan tanah sekitar 90 hektar milik TNI-AD tersebut, namun pihak TNI-AD tidak dapat memberikan Izin karena tanah seluas 90 hektar tersebut telah ada rencana peruntukannya.

Jadi Penlok Tahun 2011 dan Peninjauan Kembali Penlok pada Tahun 2016, jelas Kasmir, tidak bisa digunakan sebagai acuan pembangunan bandara karena lokasi/areal pembangunan bandara berada di atas tanah milik TNI-AD (di sebelah Selatan areal lokasi Bandara Surabaya II saat ini, red).

Oleh karena itu, lanjut Kasmir, agar Bandara dapat dibangun maka mesti dilakukan Kajian Penlok baru. Pada tahun 2018, Pemkab Nagekeo melakukan pengukuran ulang lahan milik Pemkab yakni bekas Bandara Surabaya II. “Sehingga pada tahun 2020, terbitlah Sertifikat tanah Bandara Surabaya II seluas 49 hektar,” ujarnya.

Setelah terbit sertfikat tersebut, kata Kasmir, Pemkab Nagekeo memindahkan lokasi pembangunan Bandara dari tanah milik TNI kembali ke bekas Bandara Surabaya II. “Maka sesuai aturan, Pemkab Nagekeo mesti melakukan Kajian Penlok baru pada tanah milik Pemkab Nagekeo yakni pada lahan eks Bandara Surabaya II yang dibangun Jepang pada masa Perang Dunia II,” paparnya.

Menindaklanjuti hal itu, jelas Kasmir, pada tahun 2021 Pemkab Nagekeo melakukan Kajian Penlok baru untuk mengembalikan lokasi pembangunan Bandara pada lahan milik Pemkab Nagekeo seluas 49 hektar (eks bandara Jepang) yang oleh Sekutu disebut Sisa River Aerodrome. “Sejak pembangunan Jaringan Irigasi Mbay, lokasi ini memang sudah dipisahkan/dibebaskan untuk pembangunan bandara,” ujarnya.

Untuk pembiayaannya, Kasmir merincikan, alokasi anggaran untuk Kajian Penlok 2021 yang dilaksanakan oleh tim ahli dari PT LAPI melalui skema swakelola  sebesar Rp 1.694.542.287. Dari alokasi tersebut, Pagu anggaran Kegiatan Kajian Penlok sebesar Rp 1.500.000. Nilai Kontrak Swakelola yang ditandatangani sebesar Rp 1.496.535.000. Dari nilai kontrak tersebut, direalisasikan sebesar Rp 1.487.102.632.

Kasmir juga membantah, informasi yang menyebut bahwa dari realisasi kontrak sebesar Rp 1,487 M tersebut, dialokasikan biaya perjalanan dinas bolak-balik Jakarta mengurusi administrasi dan konsultasi sebesar Rp 500 juta. “Jadi tidak benar kalau dikatakan ada dana Perjalanan Dinas Rp 500 juta,” tegasnya.

Yang disesalkan Kasmir, informasi yang tidak benar tersebut justru berasal dari Ketua DPRD Kabupaten Nagekeo, Marselinus Ajo Bupu dalam konferensi persnya pada Senin (21/3/23). “Saya tegaskan, tidak ada dana Rp 2 M untuk Penlok dan dana Rp 500 juta untuk perjalanan dinas. Itu tidak benar dan menyesatkan,” tandasnya. (vn/tim)

Share:

Kamis, 23 Maret 2023

Kajian Penlok Bandara Surabaya II Tahun 2021 Untuk Ganti Penlok 2011 yang Masuk di Lahan Milik TNI



Kupang, Voice News.Id - Kajian Penempatan Lokasi (Penlok) Bandara Surabaya II di Kota Mbay, Kabupaten Nagekeo, NTT Tahun 2021 mesti dilakukan untuk mengganti Penlok Bandara Surabaya II Tahun 2011 dan Hasil Peninjauan Kembali Penlok oleh Pemkab Nagekeo pada Tahun 2016 yang letak lokasi/areal pembangunan bandaranya masuk ke Tanah milik TNI-AD.


Demikian dijelaskan Kepala Bappelitbangda Kabupaten Nagekeo, NTT, Kasmir Dhoy yang dikonfirmasi Tim Media ini melalui hanphone-nya pada Senin (20/3/2023) terkait masalah pembangunan BS II sebagaimana diberitakan berbagai media saat ini.


“Kajian Penlok Tahun 2021 mesti dilakukan untuk mengganti Penlok Tahun 2011 yang seluruh areal pembangunan Bandara baik sisi darat maupun sisi udaranya, masuk dalam tanah milik TNI-AD seluas 90 hektar. Jadi Kajian Penlok Tahun 2021 dilakukan untuk memindahkan lokasi bandara dari tanah milik TNI-AD ke tanah milik Pemkab Nagekeo (eks bandara Jepang/Sisa River Aerodrome). Jadi tidak benar kalau dikatakan Kajian Penlok Tahun 2021 dilakukan pada lokasi yang sama. Itu menyesatkan,” tandasnya.


Menurut Kasmir, Pemkab Nagekeo pada tahun 2016 melakukan peninjauan kembali Penlok Tahun 2011 (untuk memperbaharui Penlok 2011 yang kadaluarsa karena sudah lebih dari 5 tahun, red). “Namin sebagian besar lokasi/areal pembangunan Bandara, baik run way, apron dan taxi way-nya juga masih masuk di dalam tanah milik TNI-AD,” ungkap Kasmir.


Pemkab Nagekeo dan Departemen Perhubungan, lanjut Kasmir, telah melobi pihak TNI-AD untuk meminta Izin penggunaan tanah sekitar 90 hektar milik TNI-AD tersebut, namun pihak TNI-AD tidak dapat memberikan Izin karena tanah seluas 90 hektar tersebut telah ada rencana peruntukannya.


Jadi Penlok Tahun 2011 dan Peninjauan Kembali Penlok pada Tahun 2016, jelas Kasmir, tidak bisa digunakan sebagai acuan pembangunan bandara karena lokasi/areal pembangunan bandara berada di atas tanah milik TNI-AD (di sebelah Selatan areal lokasi Bandara Surabaya II saat ini, red).


Oleh karena itu, lanjut Kasmir, agar Bandara dapat dibangun maka mesti dilakukan Kajian Penlok baru. Pada tahun 2018, Pemkab Nagekeo melakukan pengukuran ulang lahan milik Pemkab yakni bekas Bandara Surabaya II. “Sehingga pada tahun 2020, terbitlah Sertifikat tanah Bandara Surabaya II seluas 49 hektar,” ujarnya.


Setelah terbit sertfikat tersebut, kata Kasmir, Pemkab Nagekeo memindahkan lokasi pembangunan Bandara dari tanah milik TNI kembali ke bekas Bandara Surabaya II. “Maka sesuai aturan, Pemkab Nagekeo mesti melakukan Kajian Penlok baru pada tanah milik Pemkab Nagekeo yakni pada lahan eks Bandara Surabaya II yang dibangun Jepang pada masa Perang Dunia II,” paparnya.


Menindaklanjuti hal itu, jelas Kasmir, pada tahun 2021 Pemkab Nagekeo melakukan Kajian Penlok baru untuk mengembalikan lokasi pembangunan Bandara pada lahan milik Pemkab Nagekeo seluas 49 hektar (eks bandara Jepang) yang oleh Sekutu disebut Sisa River Aerodrome. “Sejak pembangunan Jaringan Irigasi Mbay, lokasi ini memang sudah dipisahkan/dibebaskan untuk pembangunan bandara,” ujarnya.


Untuk pembiayaannya, Kasmir merincikan, alokasi anggaran untuk Kajian Penlok 2021 yang dilaksanakan oleh tim ahli dari PT LAPI melalui skema swakelola  sebesar Rp 1.694.542.287. Dari alokasi tersebut, Pagu anggaran Kegiatan Kajian Penlok sebesar Rp 1.500.000. Nilai Kontrak Swakelola yang ditandatangani sebesar Rp 1.496.535.000. Dari nilai kontrak tersebut, direalisasikan sebesar Rp 1.487.102.632.


Kasmir juga membantah, informasi yang menyebut bahwa dari realisasi kontrak sebesar Rp 1,487 M tersebut, dialokasikan biaya perjalanan dinas bolak-balik Jakarta mengurusi administrasi dan konsultasi sebesar Rp 500 juta. “Jadi tidak benar kalau dikatakan ada dana Perjalanan Dinas Rp 500 juta,” tegasnya.


Yang disesalkan Kasmir, informasi yang tidak benar tersebut justru berasal dari Ketua DPRD Kabupaten Nagekeo, Marselinus Ajo Bupu dalam konferensi persnya pada Senin (21/3/23). “Saya tegaskan, tidak ada dana Rp 2 M untuk Penlok dan dana Rp 500 juta untuk perjalanan dinas. Itu tidak benar dan menyesatkan,” tandasnya.


Mengenai Kajian Penlok yang di swakelola, Kasmir mengatakan, Bappelitbangda memiliki dasar hukum untuk melakukannya “Rujukannya adalah Permendagri Nomor 17 Tahun 2016 tentang Pedoman Penelitian dan Pengembangan yang mana pelaksanaan penelitian dan pengembangan yang dibutuhkan oleh Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah dilaksanakan secara swakelola dan/atau kerja sama dengan pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jelasnya.


Karena Pemkab Nagekeo belum memilik tenaga ahli yang dibutuhkan untuk kajian dimaksud, paparnya, maka berdasarkan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaaan Barang/Jasa Pemerintah dan Perka LKPP Nomor 3 tahun 2021 tentang Pedomaan Swakelola, Pemkab Nagekeo melalui Bappelitbangda melaksanakan Kontrak Swakelola Tipe II dengan Tim Pelaksana Swakelola dari Institut Teknologi Bandung yang dikoordinasikan dalam PT. LAPI ITB. “Dengan dukungan Tim Swakelola Tipe II dan Tim Kelitbangan, dokumen Kajian Bandara Surabaya II Tahun 2021 diharapkan lebih bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan” harap Kasmir. (vn/tim)

Share:

Senin, 13 Februari 2023

Desak Sidik Kasus Dana Hibah KONI Rp 2,1 M, PMKRI Demo ke Polres Ende

2.

Ende, Voice News Id - Melihat lambannya proses hukum dugaan korupsi penyalagunaan Dana Hibah dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ende ke KONI Ende senilai Rp 2,1 M oleh aparat penyidik Polres Ende membuat mahasiswa yang bergabung  dalam Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ende kembali melakukan aksi unjuk rasa alias demonstrasi/demo ke Polres Ende pada Jumad (10/02/2023).

Seperti  yang disaksikan wartawan, sejak pagi beberapa aktivis PMKRI mulai berkumpul di Marga PMKRI Cabang Ende yang terletak di jalan Wirajaya Ende. Nampak puluhan aparat keamanan bersiap siaga mengatur lalu lintas dan akan  mengawal aksi damai tersebut.

Tepatnya Pukul 10.30 WITA, para aktivis PMKRI mulai meninggalkan Marga PMKRI menuju Polres Ende melalui ruas jalan Wirajaya -  bundaran patung pelajar -  jalan Pahlawan, dan akhirnya berhenti di Markas Kepolisian Resort (Mapolres) Ende.

Sepanjang perjalanan tersebut, tampak para aktivitas PMKRI secara bergantian melakukan orasi. Mereka menuntut  Kepolres Ende dan seluruh jajarannya agar lebih profesional menangani dugaan korupsi yang diduga melibatkan Ketua DPRD Ende, Fransiskus Taso, Ketua ASKAB Ende, Sabri Indradewa dan Yulius Cesar Nonga, Manajer PERSE Ende yang merangkap jabatan sebagai bendahara KONI Ende.

“Saudara-saudara, masyarakat kabupaten Ende yang tercinta, marilah kita sama-sama memberikan dukungan kepada Bapak Kapolres Ende bersama seluruh jajarannya agar bisa mengungkap tuntas dugaan penyalagunaan Dana hibah KONI sebesar Rp 2,1 Millyar, setuju teman-teman?" tanya salah satu orator dan dijawab setuju oleh  sesama para pengunjuk rasa.

Seperti yang disaksikan media ini, setibanya di halaman Polres Ende,  Iprianus Laka Mau Ketua PMKRI Ende, dalam orasinya mengatakan, PMKRI Ende sangat mendukung Kepolisian Resort Ende dalam mengusut tuntas kasus dugaan korupsi dana hibah untuk KONI Ende.  Menurut Laka Mau,  kasus dana hibah sebesar Rp 2,1  M sudah menjadi perhatian publik Kabupaten Ende dan PMKRI secara nasional.

Untuk itulah, dirinya meminta kepada Kapolres Ende untuk segara meningkatkan status hukum kasus tersebut dari penyelidikan (Lidik) ke tahapan penyidikan (Sidik) dan segera menetapkan para tersangkanya.

"Hari ini publik Kabupaten Ende, sedang menunggu perkembangan penanganan kasus dana hibah untuk KONI Ende sudah sejauh mana? Kami minta Kapolres Ende harus terbuka kepada masyarakat Kabupaten Ende," ungkapnya.

Iprianus katakan, jika dalam proses penyelidikan berjalan lambat dapat memungkinkan bahwa kasus ini akan menjadi lumut di laci Polres Ende. Oleh karena itu, Ia mendesak agar Kapolres Andre Librian segera mengumumkan kepada publik jika tidak ditemukan korupsi.  “Sebaliknya jika ditemukan bukti melakukan korupsi Polres Ende juga diminta umumkan ke publik,” pintanya.

Di halaman Polres Ende tersebut terlihat masa aksi PMKRI Ende saling bergantian berorasi  sembari  menunggu kesediaan dari para  pejabat Polres Ende bersedia untuk beraudiens dengan masa PMKRI. Namun hal itu tidak terjadi lantaran Kapolres dan jajaran lainnya pada hari yang sama sedang berkunjung ke kelurahan- kelurahan guna mendengar langsung curahan warga (Jumad curhat) yang merupakan program dari Kapolri.

Adapun beberapa tuntutan dalam pernyataan sikap dari aksi damai PMKRI diantaranya:

  • 1.   Mendesak Polres Ende mengusut tuntas kasus dana hibah untuk Koni Ende senilai 2,1 milyar rupiah;
  • 2.      Mendesak Polres Ende dalam penanganan kasus ini lebih terbuka kepada publik kabupaten Ende; dan
  • 3.      Menuntut Polres Ende secepatnya menuntaskan kasus dana hibah KONI Ende.


Usai menggelar aksi tersebut, massa PMKRI pun meninggalkan Mapolres Ende dan kembali pulang menuju Marga PMKRI Ende.

Ketua PMKRI Cabang Ende, Ryan Laka Mau  usai melakukan aksi tersebut kepada wartawan mengatakan, PMKRI dalam sepekan ini akan terus melakukan aksi damai guna mengawal penanganan kasus dugaan penyalagunaan uang negara ini oleh pengurus KONI, Askab dan pengurus PERSE Ende.

Menurut aktivis kelahiran Lio Timur ini, ada indikasi korupsi dalam kasus itu yaitu,  ada dugaan bahwa  bantuan hibah KONI ini  proses awal sudah menyalahi aturan hukum karena tidak ada pengajuan proposal hibah namun tiba-tiba anggaran itu muncul di APBD perubahan dan ditetapkan.

Ivent Piala Suratim Cup di Ende dan Piala El Tari Memerial Cup yang diselenggarakan di Kabupaten Lembata itu adalah kegiatan gawe tahunan sehingga dibutuhkan proposal untuk menentukan kebutuhan, berbeda dengan Hibah tetap untuk pembinaan cabor (cabang olahraga, red).

"PMKRI telah mengantongi data indikasinya, termasuk dugaan permainan kwitansi, diantaranya ada oknum pelatih diberi honor hanya Rp 3 juta tanpa kwitansi tetapi ditemukan kwitansi penerimaan dari dirinya sebesar Rp 8 Juta. Saat perhelatan Suratim Cup, dimana seluruh pembiayaan ditangani oleh Pemerintah Propinsi NTT karena itu adalah hajatan Pemprov NTT. Selain itu, masih ada lagi data lain yang tentunya belum kami buka, jika Polres Ende pada akhirnya mengatakan bahwa tidak menemukan indikasinya maka PMKRI secara nasional akan melaporkan dugaan kasus ini ke Mabes Polri,” tandasnya.

Untuk itu Ryan Laka Mau meminta seluruh elemen masyarakat, tokoh Agama, tokoh Pemuda, Lembaga Swadaya Masyarakat, Ormas serta media cetak & elektronik untuk memberikan dukungan secara total kepada Kapolres Ende, AKBP Andre Librian dalam pemberantasan korupsi di kota ‘rahim Pancasila’.

Kapolres Ende, kata Ryan Laka Mau, nampaknya mengalami kesulitan besar untuk mengusut tuntas kasus penyalahgunaan dana Koni Rp 2,1 miliar karena ada upaya masif dan sistemik dengan melibatkan jaringan dasyat untuk menutupi kasus tersebut. “Semisal menyebarkan hoax bahwa sudah ada deal untuk menghentikan kasus. Jika ini terjadi sama saja dengan menimbun rasa ketidakpercayaan masyarakat akan niat baik Kapolres yang patuh pada hukum,” ungkapnya.

"Bisa saja yang dimainkan saat ini juga adalah upaya untuk merusakan citra Kapolres Ende yang sedang giat  tanpa pandang bulu " paparnya.

Sementara itu Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Ende, AKBP Andre Librian saat dikonfirmasi di ruang kerjanya pada Sabtu (11/02/2023) menegaskan bahwa, perkembangan dalam kasus dana hibah untuk KONI Ende, masih dalam pemeriksaan saksi-saksi.

Kapolres) Ende, AKBP Andre Librian 

"Sekitar 14  saksi yang sudah kita undang dan mendengar klarifikasinya, dan masih sekitar 10 saksi lagi yang diundang untuk klarifikasinya. Jadi minggu ini kita undang 10 saksi itu kemudian kita lakukan gelar perkaranya, jika ditemukan maka statusnya kita naikkan ke tingkat penyidikkan," paparnya.

Terkait tuntutan aktivis PMKRI Cabang Ende tersebut, Kapolres Andre Librian menyampaikan bahwa pada hari Jumad tersebut, dirinya tidak sempat menemui rekan-rekan aktivis PMKRI karena bertepatan dengan kegiatan Jumad Curhat yang merupakan program dari Kapolri.

Meski tidak sempat menemui para pengunjuk rasa, Kapolres AKBP Andre menegaskan penanganan dugaan penyalagunaan dana Hibah KONI Ende ini,  hanya pihaknya sangat terbuka dan akan selalu menyampaikan tahapan-tahapan perkembangannya.

"Kalau rekan mahasiswa pertanyakan bagaimana perkembangan, ya tentu kita juga harus  terbuka. Dan kita juga harus sampaikan tahapan-tahapannya namun  yang menjadi substansinya tentu  kita harus jaga kerahasiaannya, jika terlalu masuk nanti, malah bisa menghambat penyelidikan, gitu kan," ungkapnya.

Sambil membetulkan posisi duduknya, Kapolres Ende, AKBP Andre menegaskan dalam penanganan dugaan penyalagunaan dana hibah KONI  Ende ini, dirinya memiliki prinsip  apabila ditemukan  bukti yang kuat, maka pihaknya  akan menaikkan statusnya dari penyelidikan ke tahap penyidikan.

"Yah pada prinsipnya, apabila penyidik sudah memiliki bukti yang kuat, nanti akan kita tingkatkan dari penyelidikan ke tahap penyidikan. Berapa lama ini? Ya secepat kita dapat alat bukti itu, ya secepat itu juga kita tingkatkan,” ujarnya. (vn/ana)

Share:

Jumat, 16 Desember 2022

Enaknya Jadi Anggota DPRD Nagekeo, Dapat Tunjangan Transportasi Rp 500 Ribu Per Hari Walau Tidur di Rumah



Mbay, Voice News Id - Tunjangan Transportasi bagi 22 Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nagekeo mencapai Rp 500 ribu per hari kerja. Tunjangan tersebut tetap dibayar walaupun yang bersangkutan tidak masuk kantor. Bahkan tunjangan tersebut tetap dibayarkan walaupun yang bersangkutan sedang melakukan perjalanan dinas.


Demikian disampaikan sumber yang sangat layak dipercaya kepada Tim Media ini Nagekeo pada Jumat (9/12/22) pekan lalu.


“Saya minta teman-teman wartawan untuk telusuri anggaran untuk Tunjangan Transportasi anggota Dewan Nagekeo. Informasinya mencapai Rp 500 ribu per hari kerja. Ini jumlah yang fantastis untuk ukuran Kabupaten Nagekeo,” ungkap sumber yang enggan ditulis namanya.


Ia membeberkan, tunjangan transportasi merupakan hak anggota DPRD yang diatur dalam PP tentang Kedudukan Keuangan dan Protokoler Pimpinan dan anggota DPR. “Namun besaran tunjangannya harus disesuaikan dengan asas kewajaran (harga sewa kendaraan setempat yang berlaku, red) dan kemampuan keuangan daerah. Itu ada batasannya, bukan asal tetapkan besarannya,” tandasnya. 


Sesuai aturan, jelasnya, tunjangan transportasi tersebut untuk membiayai perjalanan anggota DPRD dari rumah ke kantor/sekretariat DPRD dan sebaliknya. “Kalau untuk biaya transportasi dari rumah ke kantor (PP), wajarnya hanya sekitar Rp 100 ribu/hari/per orang. Kalau sewa mobil pun hanya sekitar Rp 6-7 juta per bulan,” bebernya.


Dengan demikian, lanjutnya, tunjangan transportasi sebesar Rp 500 ribu/hari atau sekitar Rp 11 Juta per bulan/orang, merupakan jumlah yang fantastis untuk Kabupaten Nagekeo. “Anggota DPRD tidak peka terhadap kebutuhan masyarakat miskin yang masih sangat membutuhkan perhatian dan bantuan pemerintah. Seharusnya sebagian anggaran itu bisa dipakai untuk membantu masyarakat miskin,” kritiknya.


Selain nilainya yang fantastis, jelasnya, anggota DPRD Nagekeo pun tetap menerima tunjangan tersebut walaupun yang bersangkutan tidak masuk kantor. “Karena tunjangan itu untuk membiayai perjalanan/transportasi anggota Dewan dari rumah ke kantor/sekretariat DPRD, maka seharusnya saat anggota DPRD yang bersangkutan tidak masuk kantor, maka tunjangan transportasinya pada hari itu tidak boleh dibayarkan,” tandasnya.


Begitu pula, lanjutnya, saat anggota DPRD yang bersangkutan melakukan perjalanan dinas. “Seharusnya anggota DPRD yang sedang melakukan perjalanan dinas tidak boleh dibayarkan. Karena yang bersangkutan telah mendapat biaya perjalanan dalam komponen biaya perjalanan dinas. Itu kan ada pendobelan biaya,” tegasnya.


Namun menurutnya, tunjangan transportasi tersebut tetap diterima (dibayar setiap hari kerja, red) kepada anggota DPRD Nagekeo walaupun yang bersangkutan tidak masuk kantor atau sedang melakukan perjalanan dinas. “Tunjangan itu tetap dibayar walaupun yang bersangkutan tidak masuk kantor. Enak kan, tidur di rumah atau di hotel pun (saat perjalanan dinas, red) tetap dapat Rp 500 ribu per hari,” kritiknya.


Sekretaris DPRD Kabupaten Nagekeo, Syukur Abdullah Mane, SH yang dikonfirmasi Tim Media ini pada Rabu (14/12/22) melalui pesan WhatsApp/WA membenarkan besaran Tunjangan Transportasi anggota DPRD Nagekeo sebesar Rp 500 ribu per hari untuk setiap orang.


Menurutnya, tunjangan transportasi merupakan hak keuangan anggota DPRD Nagekeo. Sedangkan 3 orang pimpinan DPRD tidak memperoleh tunjangan transportasi karena telah disediakan mobil dinas.


Syukur menjelaskan, besaran tunjangan transportasi tersebut dibayarkan sesuai Perbup (Peraturan Bupati, red) Nagekeo, yakni sebesar Rp 500 ribu dikalikan 22 hari kerja atau sebesar Rp 11 Juta per bulan/orang.


“Sesuai Perbub sebesar Rp 500 ribu/hari kali 22 hari kerja (dalam sebulan, red) bagi daerah yang hari kerja sebanyak 5 hari dalam sepekan. Kalau 6 hari kerja dalam sepekan, maka dihitung 24 hari kerja dalam sebulan,” tulisnya.


Saat diminta foto Perbup Bupati tersebut, Syukur meminta wartawan untuk bertemu dengan Kepala Bagian (Kabag) Kesekretariatan Sekretariat DPRD Kabupaten Nagekeo. “Ke Kantor saja Pak, saya masih ada tugas, bertemu dengan Ibu Elsa, Kabag Kesektariatan,” tulisnya. (vn/tim)

Share:

Sabtu, 05 November 2022

Jeriko Nilai Pemkot Kupang Tipu Soal Tak Ada Dana Bayar TPP Nakes

 


Kota Kupang, Voice News.Id – Mantan Walikota Kupang, Jefry Riwu Kore menilai alasan Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang tidak membayar Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) Tenaga Kesehatan (Nakes) karena tidak ada dana adalah alasan yang dibuat-buat dan merupakan upaya penipuan.

Hal ini dikatakan mantan Walikota yang akrab disapa Jeriko dalam acara Ngopi Bareng Jurnalis Dengan Jeriko yang difasilitasi Relawan Teman Jeriko pada Jumat (04//10/2022)  di Pantai LLBK, Kota Kupang. Menurut Jeriko, seharusnya Pemkot Kupang berkata secara jujur, mengapa tidak membayar TPP Nakes Kota Kupang senilai Rp 1.350.000 pada tahun 2022.

“Alasannya, tipu. Kalau bilang tidak punya duit, pasti saya yakin tipu. Buktinya DPRD ada kenaikan anggaran. Yang lain-lainnya ada kenaikan. Ada tambahan Pokir buat kawan-kawan kita. Sedangkan untuk Nakes yang hanya Rp 3 Milyar saja tidak bisa,” ungkap Jeriko.

Ia menyesalkan alasan yang dilontarkan kalangan DPRD Kota Kupang dan Penjabat Walikota Kupang yang menyatakan bahwa Pemkot tidak memiliki dana untuk membayar TPP Nakes. “Dewan punya alasan tidak ada duit. Atau pejabat punya alasan tidak punya duit sehingga itu (TPP Nakes, red) tidak boleh diakomodir,” ujar Jeriko.

Jeriko mempertanyakan alasan Pemkot Kupang dan DPRD yang mengaku tak punya dana untuk membayar TPP Nakes. “Saya agak heran juga. Siapa yang bilang tidak ada duit? Tidak ada duit bagaimana? Kita sudah hitung uangnya Pak. Tidak ada uang bagaimana? Usulan itu sudah dihitung berdasarkan kemampuan keuangan daerah,” ungkapnya.

Menurut Jeriko, DPRD Kota dan Pemkot tidak punya niat untuk membayar TPP Nakes. “Sekarang ini buat saya, mau bayar atau tidak? Kalau katong pung niat memang sudah tidak mau bayar, Bapa bikin apa saja tetap tidak bisa. Alasan tinggal kita buat saja. Alasan tidak ada duit. Oh harus ada Perda dulu baru Perwali. Oh begini, oh begitu. Ini tanda-tanda tidak ada niat untuk bayar,” ungkapnya.

Kalau Pemkot punya niat untuk membayar TPP Nakes, ungkapnya, maka keuangan Pemkot sangat cukup. “Itu total seluruhnya sampai akhir tahun hanya Rp 3 milyar. Masa Pemda tidak punya uang Rp 3 Milyark? Sial banget kalau Pemkot tidak punya uang untuk masyarakat kita. Untuk anak-anak kita. Alasan itu masuk akal nggak?” kritik Jeriko pedas.

Seharusnya, lanjut Jeriko, Pemkot dan DPRD Kota Kupang memprioritaskan gaji dan tunjangan untuk Aparatur Sipil Negara (ASN). “Uang tidak ada karena begini, begini. Ndak ada. Perioritaskan dulu untuk ASN baru kita buat proyek dan program lain. Bukan kita buat program lain dulu baru kita cari-cari alasan. Ini harus tegas. Jangan kita sok-sok ngomong tinggi. Omong besar baru kita akalin masyarakat seolang-olah tidak punya uang,” kritiknya.

Menurut Jeriko, berbagai alasan yang dilontarkan Pemkot Kupang merupakan alasan yang dicari-cari. “Kalau bilang tidak, yah tidak. Tinggal alasan saja. Oh bilang saja SK-nya tidak berlaku. SK Ilegal. Gampang itu cari alasan. Masalahnya, niatnya tidak mau bayar. Itu saja kalau saya,?” kritiknya.

Jeriko menjelaskan, latar belakang diterbitkannya Peraturan Walikota (Perwali) Nomor: 22 Tahun .... yang diterbitkannya. Perwali tersebut mengatur tentang Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) Nakes sebesar Rp 1.350.000/bulan.  “Selumnya ada Perwali 8. Kemudian saya terbitkan Perwali 22. Perwali 8 dan Perwali 22 merupakan perpanjangan dari PP atau usulann pemerintah untuk penambahan penghasilan ASN. Perwali 22 ini sebenarnya sudah disetujui Kementerian,” bebernya.

Penerbitan Perwali Nomor: 22, lanjutnya, untuk memperbaiki Perwali Nomor: 8. ”Kenapa muncul Perwali 22? Karena pada Perwali 8 itu terjadi kesalahan. Nakes dan guru hanya diberi Rp 600 ribu rupiah. Saat itu saya sangat protes ke Dinas, mengapa anda hanya kasih Rp 600 ribu. Mengapa anda memutuskan ini? Ini tidak fair, mengapa? Pak Jokowi saja bilang, kalaupun ada perubahan, gaji mereka tidak boleh kurang,” tandas Jeriko.

Menurut Jeriko, sebelumnya para Nakes telah menerima TPP sebesar Rp 1.350.000/bulan. “Mengapa tiba-tiba dikasih kurang jadi Rp 600 ribu? Makanya saya ganti Perwali 8 itu dengan Perwali 22 supaya mereka kembali dibayar Rp 1.350.000,” tegasnya.

Keputusan untuk menaikan kembali TPP Nakes tersebut, lanjut Jeriko, telah disetujui oleh Kementerian Keuangan dan Kemendagri. “Sudah diputuskan bahwa mereka setuju. Mengapa leputusan itu harus harus lewat mereka? Karena mereka harus lihat kemampuan keuangan Kota Kupang,” jelasnya.

Saat itu, kata Jeriko, pihaknya telah menghitung kemampuan keuangan Pemkot Kupang. “Kita bisa sehingga kita tetapkan nilai itu. Bukan karang-karang. Kecuali kita tidak mengerti. Kita tapa-tapa. Tidak ada begitu. Itu diputuskan Kementerian Keuangan. Dasar perhitungannya adalah pendapatan, biaya dan lainnya. Lalu katanya, oh ya anda punya usulan disetujui. Begitu prosesnya. Bukan tiba-tiba. Jadi prosesnya sudah sesuai peraturan perundang-undangan. Tapi kenapa tak mau dibayar TPP itu?” bebernya.

Jeriko mengkritik adanya oknum-oknum di lingkup Pemkot Kupang saat ini yang tidak paham dengan proses tersebut. “Kalau orang tidak paham, yah anggap (Perwali Nomor 12, red) ilegal. Orang yang tidak mengerti, yang hanya dapat bisik-bisik atau hau-hau bebek (membeo, red). Pasti salah paham. Karena dia tidak mengerti. Makanya kita tidak boleh hau-hau bebek. Orang bisik begini, langsung bilang, oh begitu yah,” katanya.

Ia meminta agar oknum-oknum yang disebutnya ‘hau-hau bebek’ itu untuk mempelajari aturan terkait. “Baca aturan. Lihat konsiderasi dari Perwali itu. Kalau tidak paham tanya orang lain. Kalau e, beta rasa bodoh, beta tanya orang. Kalau beta sonde mengerti, tanya kawan. Bukan hau-hau bebek. Hanya dengan orang bisik. Apalagi yang bisik ngali (bodoh, red). Orang Sabu bilang ngali. Akibatnya yang disampaikan juga tidak benar,” kritiknya tajam.

Namun dijelaskan, sebelum Perwali Nomor: 22 tersebut dilaksanakan, diperlukan Peraturan Daerah (Perda) APBD. “Kalau omong Perda, ada yang omong, itu harus ada Perda dulu baru ada Perwali. Kalau tanganga, begitu orang bisik harus ada Perda baru Perwali, maka jawabannya oh iya harus ada Perda baru Perwali. Baru batareak (berteriak, red) kuat, weh harus ada Perda dulu baru Perwali! Itu orang tanganga (menganga, red) dia pung nama," kritiknya lagi.

Menurut Jeriko, tidak semua hal yang diatur Perwali harus didahului oleh penetapan Perda. “Bisa Perwali baru Perda. Misalnya saya buat Perwali untuk kebersihan. Itu Perwali saja cukup, tidak perlu Perda. Tapi kalau berhubungan dengan pembebanan kepada masyarakat karena DPRD itu wakil rakyat maka seyognya Perda dulu baru Perwali. Saya ingin sampaikan bahwa tidak semua harus Perda baru Perwali. Tapi dalam hal tertentu memang harus Perda dulu baru Perwali,” bebernya.

Karena Perwali Nomor 22 tersebut telah mendapat persetujuan dari Kementerian Keuangan dan Kemendagri maka Pemerintah harus melaporkan ke DPRD Kota Kupang. “Harus laporkan itu kepada DPRD agar dimasukkan dalam anggaran perubahan, dan diakomodir dalam APBD Perubahan,” ujar Jeriko.

Seperti diberitakan berbagai media sebelumnya, Jeriko dituding telah menerbitkan Perwali Nomor 22 yang menaikan besaran TPP Nakes Kota Kupang dari Rp 600 ribu menjadi Rp 1.350.000. Namun Perwali itu disebut ilegal karena kenaikan TPP tersebut belum ditetapkan dalam APBD Perubahan Kota Kupang. Pemkot Kupang juga mengaku tidak ada dana untuk membayar TPP Nakes tersebut. (vn/nus)

Share:

Minggu, 10 Juli 2022

Jaksa Tetepkan DALR Sebagai Tersangka Kasus PDAM Kupang Tanpa Audit Kerugian Negara

Pengacara DALR, Dr. Yanto P. Ekon,SH


Kupang, Voice News.Com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Oelamasi, Kabupaten Kupang - NTT diduga menetapkan DALR alias Lape sebagai salah satu tersangka kasus dugaan korupsi dana penyertaan modal Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kupang senilai Rp 6,5 Miliar (tahun 2015-2016, red) ke Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Lontar Kupang tanpa memiliki bukti yang cukup, antara lain tanpa perhitungan kerugian negara dari BPK RI atau BPK NTT. Bahkan DALR bukan kontraktor pelaksana alias tidak pernah menandatangani kontrak kerja dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).


Hal ini terungkap dalam fakta persidangan Gugatan Pra Peradilan DALR terhadap penyidik Kejari Oelamasi pada Kamis (7/7/2022) di Pengadilan Negeri Oelamasi, Kabupaten Kupang. Sidang Pra Peradilan tersebut dipimpin oleh hakim tunggal Revan Timbul Hamongan Tambunan, SH tersebut menghadirkan Saksi Ahli dari Termohon (menghadirkan Jaksa Penyidik).


Seperti disaksikan Tim Media ini, Jaksa Penyidik yang dihadirkan dalam persidangan tersebut tidak dapat menunjukan hasil audit BPK RI atau BPKP NTT yang berwenang untuk menentukan ada atau tidaknya kerugian negara.

 

Ketika ditanya Hakim Tambunan tentang bukti Laporan Hasil Pemeriksaan yang menunjukan adanya kerugian negara dalam proyek tersebut (yang dijadikan dasar penetapan tersangka terhadap DALR, red), sang Jaksa mengaku belum ada LHP yang menunjukan adanya kerugian negara. “Belum ada hasil auditnya,” ujar sang Jaksa.


Fakta lain yang terungkap dan mencengangkan dalam persidangan tersebut adalah Tersangka DALR tidak ada hubungan hukum alias tidak pernah menandatangani kontrak kerja dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek yang dibiayai dari dana penyertaan modal Pemkab Kupang tersebut.


Namun faktanya, Jaksa Kejari Oelamasi diduga secara sepihak telah menetapkan DALR sebagai tersangka. Padahal DALR hanyalah sebagai pekerja atau buruh yang melaksanakan pekerjaan di lapangan. DALR bukan penanggung jawab atau kontraktor pelaksana proyek tersebut.


Kuasa Hukum DALR, Dr. Yanto P. Ekon yang diwawancarai tim media ini usai persidangan mengatakan, kliennya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejari Oelamasi tanpa bukti dan fakta yang cukup kuat. "Harus ada unsur esensial dari yang disangkakan sehingga penyidik menetapkan seseorang sebagai tersangka, yakni harus ada unsur kerugian negara. Ini harus dibuktikan dengan hasil audit dari lembaga/instansi ataupun Pejabat yang berwenang melakukan Audit Keuangan Negara untuk menentukan ada atau tidaknya kerugian negara,” tandasnya.


Yanto mempertanyakan profesionalisme Jaksa Penyidik Kejari Oelamasi yang tak mampu menunjukan hasil audit dari lembaga yang berwenang yang menunjukan adanya kerugian negara dalam pelaksanaan proyek tersebut. “Kan aneh, proyek ini dikerjakan pada Tahun Anggaran 2015 dan 2016, tapi kok sampai saat sidang Pra Peradilan saat ini, Jaksa Penyidik tidak bisa menghadirkan Bukti Audit pekerjaan dari BPK maupun BPKP?" ungkap Yanto, Doktor Hukum yang juga Dosen di Universitas Kristen Artha Wacana Kupang.


Menurut Yanto, sebelum penetapan kliennya penetapan tersangka, Jaksa Penyidik harus memiliki bukti permulaan berupa hasil perhitungan kerugian keuangan negara dari instansi yang berwenang. “Pasal yang disangkakan kepada klien saya adalah Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor yang salah satu unsurnya adalah merugikan keuangan negara. Oleh karena itu, menurut kami penetapan tersangka oleh penyidik kejaksaan tanpa didasari alat bukti mengenai kerugian keuangan negara yang bersifat pasti dan nyata jumlahnya,” tegasnya.


Oleh karena itu, sebagai Kuasa Hukum dari Pemohon Pra Peradilan, pihaknya akan menggunakan fakta persidangan hari tersebut sebagai dasar penyusunan Pledoi (pembelaan, red) di sidang berikutnya yang akan dilaksanakan pada hari Senin (11/07/2022). “Fakta persidangan hari ini, akan kami masukan dalam pledoi di sidang selanjutnya,” ujar Yanto.


Untuk diketahui DALR alias Lape ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan oleh Kejaksaan Negeri Oelamasi, Kabupaten Kupang pada 27 April 2022 dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penggunaan dana penyertaan modal dari Pemkab Kupang ke PDAM Tirta Lontar senilai Rp 6,5 Miliar pada tahun anggaran 2015 dan 2016. Padahal Proyek IKK Tarus tersebut telah di PHO (Purchasing Hand Over/Serah Terima I dan juga telah FHO (Finishing Hand Over/Serah Terima II) dan dinyatakan selesai 100% oleh Panitia PHO/FHO dari PDAM Tirta Lontar Kabupaten Kupang. Bahkan Proyek tahun 2015-2016 tersebut telah tercatat sebagai aset PDAM Tirta Lontar (sesuai LHP BPKP NTT tahun 2016 dan 2017).


Tersangka DALR sampai dengan sidang Pra Peradilan berlangsung, masih berada dalam Tahanan Polres Kupang, di Babau. Selain menahan tersangka, Kejari Oelamasi juga telah melakukan penyitaan 2 unit kendaraan roda 4 dan 1 kendaraan roda 2, serta sebidang tanah milik tersangka yang diperoleh tersangka dari hibah keluarga. Padahal 2 unit kendaraan dan tanah yang disita Kejari Oelamasi tersebut diperoleh sebelum tersangka DALR melaksanakan proyek tersebut.


“Kami merasa aneh dengan penyitaan kendaraan dan tanah tersebut, karena Mobil Toyota Inova yang disita diperoleh tahun 2014. Satu unit sepeda motor yang ikut disita perolehan tahun 2012. Sedangkan 1 unit Mobil Toyota New Fortuner perolehan tahun 2020,” ujarnya sambil meminta namanya tidak disebutkan.


Selain itu, Kejari Oelamasi juga telah menyita sebidang tanah di wilayah Oesapa Selatan. Tanah ini diperoleh dari hibah dari mama besar (kakak perempuan dari ibu kandung DALR) yang juga adalah Mama Sarani (saksi Ibu Baptis di Gereja) yang diberikan pada tahun 2020.


“Namun atas dasar itikad baik dan patuh kepada hukum, keluarga mempersilahkan dan mengizinkan penyidik Kejaksaan Negeri Kupang, menyita dan membawa aset milik DALR guna kepentingan penyidikan,” tuturnya. (vn/tim)

Share:

KASUS VINA TERBONGKAR

IKLAN BANNER

GALERY BUDAYA SUMBA

Label

PANORAMA PANTAI LAMALERA

BERITA TERBARU

GALERY BUDAYA MASYARAKAT SABU