Kupang, Voice News.Id - Diduga ada mark up (penggelembungan, red) harga dalam proyek pemasangan lapisan geo-membran pada Embung Loko Jange di Kabupaten Sumba Tengah, NTT. Nilai mark up yang dilaksanakan pada tahun 2019 tersebut mencapai sekitar Rp 15 Milyar.
Demikian informasi dari sumber yang sangat layak dipercaya yang dikonfirmasi tim media ini melalui panggilan WhatsApp/WA pada Sabtu (3/6/23) pekan lalu.
“Informasinya, nilai mark up harga proyek geo-membran Embung Loko Jange mencapai sekitar Rp 15 Milyar. Ini nilai yang sangat besar jika dibandingkan dengan total harga kontrak, yakni sekitar Rp 41 Milyar,” ungkap sumber yang minta agar namanya tak disebutkan.
Nilai mark up tersebut, jelasnya, berasal dari mark up harga kegiatan pengadaan lapisan geo-membran dan geo-tekstil. “Jika dibandingkan dengan pagu proyek geo-membran di kabupaten lain, diduga harga geo-membran Embung Loko Jange di mark up hingga sekitar Rp 40 ribu/m2,” bebernya.
Selain itu, lanjutnya, ada juga mark up harga lapisan geo-tekstil (lapisan yang dipasang dibawah lapisan geo-membran, red). “Selain mark up harga geo-membran, juga ada mark up lapisan geo-tekstil yang nilainya juga mencapai puluhan ribu rupiah,” ujarnya.
Kepala Balai Sungai Wilayah Nusa Tenggara (BSW NT) II, Fernando Rajagukguk yang dikonfirmasi tim media ini terkait kasus dugaan mark up Embung Loko Jange melalui pesan WhatsApp/WA sekitar Pukul 12.14 Wita Senin (5/6/23) kemarin, tidak memberikan respon hingga berita ini ditayang.
Mantan PPK Embung Loko Jange, Edixon Seprianus Nufninu, ST, M.Si (saat ini PPK PAT & PAB III PPAT BSW NT II, red) yang berhasil dikonfirmasi pada Senin (5/6/23) sore di ruang kerjanya mengatakan bahwa ia tak banyak tahu tentang proyek pemasangan geo-membran Embung Loko Jange karena ia dimutasi sebelum pengumuman tender.
“Saya sudah dipindahkan (dimutasi, red) sebelum pengumuman tender. Saya tidak banyak tahu tentang proyek itu,” ujarnya.
Menurut Edixon, perencanaan proyek tersebut dilakukan oleh Balai Sungai berdasarkan permintaan masyarakat melalui Pemda setempat. Pihaknya sebagai PPK saat itu hanya menjalankan proses pelaksanaan proyek setelah dana proyek tersebut dialokasi oleh pemerintah pusat. “Tapi kemudian saya diganti sebagai PPK,” katanya.
Edixon juga mengakui bahwa ia telah diperiksa oleh jaksa Kejati NTT. “Saya sudah diperiksa oleh Jaksa Kejati NTT, Pak Umbu. Saya tanya pemeriksaan ini terkait apa? Katanya dugaan mark up harga Saya bilang saya tidak tahu karena saya pindah sebelum pengumuman pemenang tender,” tuturnya.
Jaksa penyelidik, lanjut, Edixon juga meminta dirinya memberikan data-data terkait Embung Loko Jange. “Saya bilang yang ada pada saya akan saya kasih, tapi saya cari dulu karena bagian yang mengurus embung di Balai Sungai sudah dibubarkan sehingga data-datanya harus dicari dulu,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Penyelidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT saat ini sedang melakukan penyelidikan (lidik) untuk mengumpulkan bahan dan keterangan (pulbaket) terkait dugaan mark Up (penggelembungan, red) harga pemasangan lapisan geo-membran pada Embung Loko Jange di Sumba Timur pada tahun 2019.
Kejati NTT telah meminta klarifikasi kontraktor pelaksana pada Jumat (12/5/2023). Sedangkan mantan Kelompok Kerja (Pokja), mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan mantan Kepala Satuan Kerja (Kasatker) sudah diperiksa sebelumnya.
Kepala Seksi Penerangan Umum (Kasipenkum) Kejati NTT, Abdul Hakim yang dikonfirmasi tim media ini melalui pesan WhatApp/WA pada Sabtu (13/5/2023), membenarkan adanya penyelidikan/pulbaket yang dilakukan oleh penyelidik Kejati NTT terkait proyek pembangunan Embung Loko Jange di Sumba Timur. “Iya benar, permintaan klarifikasi. Masih pengumpulan bahan dan keterangan jadi belum bisa klarifikasi, mohon maaf,” tulisnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun tim media ini, Penyelidik/Intel Kejati NTT sedang melakukan pulbaket terkait dugaan mark up alias penggelembungan harga geo-membran yang dipasang pada tahun 2019 di Embung Loko Jange, Kabupaten Sumba Timur-NTT. Embung Loko Jange tersebut dibangun oleh Balai Sungai Wilayah Nusa Tenggara II pada tahun 2018. Pembangunan tahap I tersebut berupa pekerjaan penggalian tanah, pembentukan cekungan, dan pemadatan area genangan Embung Loko Jange.
Selanjutnya, pada tahun 2019 dilakukan pembangunan tahap II berupa pemasangan lapisan kedap air berupa geo-membran di embung yang luasnya sekitar 17,5 hektar itu. Pekerjaan tahap II berupa pemasangan lapisan geo-membran ini yang diduga telah terjadi mark up harga.
Diduga harga lapisan geo-membran pada Embung Loko Jange sengaja ‘dibengkakkan’ alias digelembungkan (mark up) hingga pagu anggarannya mencapai nilai sekitar Rp 44 Milyar. Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT sedang menyelidiki alias melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket) karena ada unsur kesengajaan dalam dugaan mark up harga pengadaan lapisan geo-membran Embung Loko Jange yang dilaksanakan pada tahun 2019.
Berdasarkan hasil investigasi tim media ini, pagu anggaran proyek Rehabilitasi Embung Serbaguna Loko Jange yang dilaksanakan oleh PT. Dwi Ponggo Seto tersebut sebesar Rp 44.000.000.000,-. Harga Perkiraan Sendiri (HPS) juga sebesar Rp 44.000.000.000,-. Sedangkan nilai penawaran PT. Seto Dwi Ponggo dan juga menjadi nilai kontrak proyek tersebut sebesar Rp 41.144.036.000,-.
“Kejati NTT sedang mendalami adanya unsur kesengajaan dalam penetapan harga geo-membran Embung Loko Jange oleh pihak Balai Sungai Wilayah Nusa Tenggara II. Diduga ada unsur kesengajaan dalam penetapan pagu anggaran proyek yang mencapai hingga Rp 41 Milyar. Harga geo-membran di Embung Loko Jange jauh lebih mahal dari daerah lain di NTT,” ungkap sumber yang enggan disebutkan namanya.
Ia menjelaskan, harga geo-membran untuk proyek embung di Pulau Timor dan Pulau Alor jauh lebih murah jika dibandingkan dengan harga geo-membran embung Loko Jange di Sumba Timur. “Padahal embung di Pulau Timor dan Alor juga di bangun pada tahun yang sama atau hanya selisih 1 tahun, yakni sekitar tahun 2018/2019/2020,” ujarnya. (vn/tim)