PROFESIONALISME dan ketulusannya dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya tak perlu diragukan. Walau demikian, ia tak melupakan keluarganya. Ia selalu berusaha untuk tak mengurangi sedikitpun perhatian terhadap keluarganya. Karena baginya, keluarga adalah segala-galanya. Apapun yang dilakukannya selalu mempertimbangkan dampak baik/buruk bagi keluarganya. Itulah Agustinus Junianto, ST, MT.
Pria separoh baya yang akrab disapa Junto ini menjadi satu-satunya Putera Daerah NTT (asal Kabupaten Sikka, red) yang kini menjabat sebagai Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) NTT, Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR. Sudah tentu Junto yang meniti kariernya dari bawah sebagai seorang staf pada Kantor Wilayah Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 1998, memiliki tingkat kesibukan yang sangat tinggi saat ini.
Sebagai Kabalai, sudah pasti Junto sering menghadiri berbagai kegiatan dan rapat di Jakarta, rapat dan kesibukan di BPJN NTT, rapat koordinasi, dan peninjauan lapangan ke kabupaten/kota se-NTT. Kesibukannya itu sudah tentu menyedot waktu, energi dan perhatiannya. Namun itu tak mengurangi perhatian Pria kelahiran 10 Juni 1969 ini terhadap keluarga yang dicintainya. Karena baginya, keluarganya adalah segala-galanya.
Suami dari Sylvia Anfrida, SP ini selalu meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk mengurus dan memberi perhatian kepada keluarganya. Junto dan Sylvia punya seorang puteri semata wayang, Elisabeth Angelich Putri Juniant. Remaja puteri mereka kini duduk di bangku kelas III SLTP Frater Maumere, Sikka.
Lalu bagaimana kiat pria yang menyabet gelar master tekniknya dari Institut Teknologi Nasional Malang ini dalam menjaga kebersamaan dan kedekatan dalam keluarganya? Ia selalu berusaha menelpon isteri-anaknya saat ada waktu luang. Ia juga berusaha untuk bisa kumpul dengan keluarga kecilnya yang berdomisili di Kota Maumere setiap minggu.
“Keluarga saya sementara di Maumere. Saya di sini (Kota Kupang, red) sendiri. Antara pekerjaan dan keluarga, kita tidak bisa lupakan keluarga,” ungkap pria jebolan Fakultas Teknik Sipil Unwira Kupang.
Karena itu, setiap hari Sabtu atau hari libur, Junto berusaha balik ke Maumere untuk kumpul dengan isteri-anaknya. Ia juga berusaha meluangkan waktu di sela-sela kunjungan lapangan atau monitoring dan evaluasi (monev, red) ke daratan Flores untuk bertemu dengan isterinya, Sylvia dan anaknya, Angel.
“Jadi antara keluarga dan pekerjaan harus seimbang. Keluarga adalah penopang bagi kita untuk bekerja. Mendukung kita, menyuport kita. Jadi keluarga yang utama,” tandasnya.
Saat ini, selain mengurus rumah tangga dan puteri semata wayang mereka, Ibu Sylvia kini punya kesibukan lain di Maumere. Sesuai dengan hobinya, Ibu Sylvia membuka butik pakaian anak dan Wanita. “Usaha kecil-kecilan untuk mencari kesibukan sambil mengurus si kecil di Maumere. Tapi kalau ada kegiatan ibu-ibu Dharma Wanita di Kupang, ia pasti datang,” kata Junto.
Dalam hidup berkeluarga, Junto punya prinsip yang selalu dipegang teguh. “Prinsipnya, keluarga adalah segala-galanya. Kita melangkah sampai saat ini, tentu awalnya dari keluarga. Bagaimana kita dibentuk? Bagaimana diberi pendidikan oleh orang tua? Jadi keluarga adalah segala-galanya,” tegasnya.
Bagi Junto, keluarga harus dijaga dengan sebaik-baiknya. “Kita berhasil. Itu karena doa keluarga. Teman dan saudara, serta pimpinan adalah bagian dari kita tapi keluarga adalah segala-galanya. Yang menguatkan kita adalah keluarga. Keluarga kita adalah keluarga kecil, keluarga besarnya adalah BPJN NTT, dan yang lebih besar lagi NKRI,” ujar Junto sambil tersenyum.
Junto dan Silvia juga punya jurus ampuh untuk memperkuat ikatan batin suami-isteri. Jurus pertama adalah Saling Percaya. “Pertama, Saling percaya. Kalau kita sudah memberikan kepercayaan atau menempatkan kepercayaan itu pada tampat yang pertama maka yakinlah semua akan berjalan dengan baik. Tapi kalau kita diberi kepercayaan, tapi sekali melanggar maka akan hilang selamanya,” ungkapnya meyakinkan.
Jurus kedua adalah memberikan perhatian. “Kalau malam teleponan, yah sekitar 1 jam ngobrol dan bercerita. Isteri saya biasanya diakhir telepon selalu pesan, hati-hati pak. Kalau saya lihat pesan hati-hati ini maknanya luas. Kita tidak bisa menerjemahkan itu, hati-hati. Itu kata-kata isteri saya di akhir telepon,” ujar Junto yang selalu mengingat pesan isterinya.
Ia juga memberi pesan untuk setiap insan dari keluarga besar BPJN NTT untuk selalu menjaga keluarganya masing-masing. “Kita memilih pasangan hidup kita melalui suatu proses panjang. Maka kita harus jaga dengan sebaik-baiknya. Saling percaya. Karena itu apapun kondisinya atau keadaannya harus kita jaga,” pintanya.
Menurutnya, ribut, cekcok dalam rumah tangga itu hal yang biasa. “Tapi jangan sampai garam kurang dalam rumah, tetangga tahu. Artinya, kalau saya lihat sekarang ini, ada masalah sedikit langsung muat di media sosial. Itu bukan menyelesaikan masalah tapi menambah masalah. Nanti ada komen ini, itu, jadinya ribut,” ujar Junto.
Masalah dalam keluarga, kata Junto, yah diselesaikan dalam keluarga. “Ada tempatnya, di meja makan, di kamar, tempat-tempat privasi itu yang kita gunakan untuk menyelesaikan masalah keluarga,” sarannya.
Selain saling percaya, lanjut Junto, untuk menjaga keharmonisan hidup berkeluarga harus ada saling menghargai. “Contohnya, ada suami/isteri yang pangkatnya atau gajinya lebih besar dari pasangannya, kadang-kadang ego itu ada. Saya selalu pesan ke teman-teman, jangan karena kamu punya pekerjaan lebih baik dari isteri/suami lalu kalian merasa paling hebat,” pesannya.
Ia mencontohkan, jika seorang isteri punya pekerjaan lebih baik dari suaminya, bukan berarti dia menjadi kepala keluarga. “Tetap suami yang menjadi kepala keluarga. Jadi harus saling menghargai. Kalau kita saling percaya, saling menghargai, dan tidak ego, akan ada harmonisasi dalam keluarga,” harapnya.
Junto juga berharap agar setiap insan dalam keluarga besar BPJN NTT selalu dapat menempatkan diri dan mengambil peran yang tepat dalam setiap kondisi dalam keluarganya masing-masing. “Dalam keluarga, kita harus bisa menjadi teman, jadi orangtua, harus bisa jadi saudara, harus bisa jadi lawan. Dalam artian, bertengkar itu biasa tapi harus kembali ke prinsipnya bahwa kita adalah keluarga. Kita sudah memilih untuk hidup bersama bukan untuk sehari atau dua hari tapi untuk selamanya sampai maut memisahkan kita,” tagasnya.
Junto juga mengingatkan kepada setiap insan di keluarga besar BPJN NTT untuk selalu berhati-hati. “Kita ini laki-laki, wajar kadang main gila dengan orang agak berlebihan tapi kita harus sadar bahwa kita punya keluarga di rumah yang menunggu saya. Kalau hanya sebatas main gila yah oke, tapi jangan berlanjut. Kalau main gila, kita sampaikan, sampai disini saja yah,” ucapnya mengingatkan.
Ia juga akrab dengan para pegawainya namun tetap menjaga batas-batas dalam pergaulan. “Saya juga sering bilang kepada pegawai-pegawai yang masih muda, kadang mereka juga manja. Saya bilang bahwa kalian itu anak-anak saya,” ujar Junto. (vn/ian)
PROFIL SINGKAT :
• STM Bangunan, 1988
• D II Teknik Sipil Undana, 1991
• Sarjana Teknik Sipil Unwira Kupang, 2003
• Master Teknik dari Institut Teknologi Nasional, Malang 2008
• Mengikuti puluhan Bimtek, Kursus, Pendidikan dan Pelatihan
• Memulai kariernya sebagai Staf pada Kanwil Departemen PU NTT tahun 1998.
• Menjadi ahli madya, Kasatker, hingga menjadi Kepala BPJN NTT, Ditjen Bina Marga, Kementerian PUPR sejak 22 September 2021 s/d sekarang.