VoiceNews Id, Betun – Pemerintah
Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) melalui Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Provinsi NTT, bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Malaka, melakukan Kajian Budaya Kuliner “Aka Bilan” Karya Budaya
Masyarakat Kabupaten Malaka, pada, tanggal 26 Juni sampai 1 Juli 2024, yang
baru lalu.
KAJIAN
DILAKUKAN UNTUK PENETAPAN WBTB INDONESIA
“Kami bersama Bidang
Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Malaka, melibatkan
partisipasi masyarakat dan tokoh adat desa Weoe Kecamatan Wewiku, bertemu dan saling
berdiskusi detail terkait keberadaan dan keberlanjutan Kuliner Tradisional Aka
Bilan, untuk diajukan ke pihak Nasional agar ditetapkan sebagai WBTB Indonesia
dari Malaka,” ucap Th. Lely Un Taolin, SS, yang adalah Ketua Tim Kajian Budaya
dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, yang ditemui di Lokasi
Kegiatan desa Weoe, pada, Sabtu (29/6/2024).
TIM
KAMI 7 ORANG, TIM KEBUBUDAYAAN MALAKA 7 ORANG
Lelly menjelaskan, Timnya
terdiri dari 7 Orang, didampingi oleh Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan Malaka, Firmirna Un Asa bersama stafnya sebanyak 7 orang.
“Yang kami lakukan adalah
perekaman data berupa Video dan Foto, catatan dan tulisan yang terkait dengan empat langkah startegis terkait pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan
pembinaan. Kami membawa Peneliti dari Unwira Kupang, bapak Didimus Dedi Dhosa, MA.
Dari Bidang Kebudayaan Dinas P dan K Provinsi NTT, kami empat orang, yaitu,
saya, ibu Aurora Satarya Bell, S.Pd, bapak Kale Ju Kana, dan Gideon Sopa,
sedangkan Tim Perekaman adalah Bapak Petrus yang ditemani Videografernya Nelson
Aleksander,”ucap Lelly.
|
Ketua Tim Kajian, Th. Lely Un Taolin, SS, saat diskusi dengan para Tokoh Adat Weoe |
KAJIAN
BUDAYA SESUAI 4 LANGKAH STRATEGIS
Lelly mengatakan, keempat
langkah tersebut saling terhubung dan tak dapat dipisahkan. Pencapaian setiap
langkah mendukung langkah-langkah strategis lainnya. Oleh karena itu, penerapan
keempat langkah strategis bukan untuk dilakukan secara berjenjang atau setahap
demi setahap, tapi secara bersamaan. Hanya melalui penerapan serentak, tujuan UU
Pemajuan Kebudayaan atas ‘Masyarakat Indonesia yang Berdaulat secara Politik,
berdikari secara Ekonomi, dan Berkepribadian dalam Kebudayaan’ bisa terwujud.
Pantauan media ini di lokasi, banyak warga hadir di
halaman Rumah Adat Fukun Manek Weoe untuk menyaksikan peragaan pembuatan Akar
Bilan secara Tradisional oleh kaum ibu-ibu.
PENELITI,
TUA ADAT, TOKOH MASYARAKAT LAKUKAN DISKUSI
Terlihat para tua-tua adat dan tua-tua masyarakat bersama
bapak Camat Wewiku,Yonahes Klau Seran, S.IP, Ibu Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan Kabupaten Malaka, Firmina Un Asa, S. IP. M.AP, Kepala Desa Weoe, Stefanus Alfridus Bria,
S.Pt, yang sedang melakukan diskusi intens dengan Tim Pengkajian Budaya.
|
Peneliti dan Dosen dari Universitas Widya Mandira Kupang, Didimus Dedi Dhosa, MA |
Terlihat Tim Peneliti yang
juga Dosen pada Universitas Widya Mandira (Unwira) Kupang, bapak Didimus Dedi Dhosa,
MA, sedang melakukan tanya jawab detail dengan Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat,
Kepala Desa Weoe, Camat Wewiku dan pelaku budaya, sambil direkam langsung
berupa video dan foto secara detail oleh tim perekaman video dan Foto, yang
dipimpin oleh Nelson Aleksander dari PH LSP Teater Pluss NTT. Dan sehabis
diskusi serta tanya jawab dilanjutkan dengan pembuatan Aka Bilan oleh kaum ibu-ibu
desa Weoe. |
Proses Pembuatan Akabilan oleh Kaum Ibu Desa Weoe |
Setelah selesai melakukan pembuatan
Aka Bilan, Tim Kajian memberikan keterangan pers kepada awak media yang turut hadir
meliput rangkaian kegiatan itu.
CAMAT
WEWIKU : AKAR BILAN PENTING UNTUK DILESTARIKAN
|
Camat Wewiku, Yohanes Klau Seran, S.IP |
Menurut Camat Wewiku, Yohanes
Klau Seran, S.IP, menjelaskan bahwa Aka Bilan adalah peninggalan ratusan tahun
silam oleh para leluhur orang Malaka, karena itu menjadi layak untuk
dilestarikan agar tidak ditelan zaman.
“Jaman semakin Moderen,
budaya-budaya asing banyak beredar diberbagai media sosial, dan dikutirkan
suatu saat nanti Karya Budaya Akar Bilan ini akan tergerus oleh zaman. Kami
berterimakasih kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT yang sudi
datang melakukan kajian Aka Bilan ini sehingga kedepannya tetap lestari,”Ucap
Camat.
FIRMINA
UN ASA : KAMI PUNYA 50 PRAKTISI PELAKU AKA BILAN
Kepala Bidang Kebudayaan
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Malaka, Firmina Un Asa, S. IP. M.AP,
mengatakan, pihaknya bersama stekholder yang ada di kabupaten Malaka, memiliki
50 orang praktisi pembuat Aka Bilan yang setiap saat siap memberikan bimbingan
kepada kaum muda untuk membuat Aka Bilan agar tetap diketahui makna dan
fungsinya bagi generasi penerus.
|
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Malaka, Firmina Un Asa, S. IP. M.AP |
“Ada kegiatan-kegiatan
bimbingan yang kami lakukan bersama para
praktisi. Dan bersama Dinas pariwisata dilakukannya Festival Aka Bilan pada
setiap tahun. Walaupun dana kami terbatas, kami terus lakukan bimbingan dan
festival,”ucapnya.
KEPALA
DESA : HASIL KULINER AKA BILAN UNTUK BIAYA PENDIDIKAN
Kepala Desa Weoe, Stefanus
Alfridus Bria, S.Pt, mengatakan, masyarakat Weoe selalu menjual Aka Bilan di
pasar-pasar tradisional yang ada di Malaka. Banyak Masyarakat menyukai dan
membelinya. Hasil dari penjualan tersebut digunakan untuk membantu ekonomi
hidup keluarga mereka.
|
Kepala Desa Weoe, Stefanus Alfridus Bria, S.Pt |
“Jujur saya bicarakan bahwa
banyak anak-anak kita di Weoe yang bisa sekolah dan menjadi sarjana berkat
usaha penjualan Aka Bilan ini. Memang ada usaha-usaha lain seperti Kopra dan
Pisang, namun bagi masyarakatnya yang tidak memiliki Kopra dan pisang maka Aka
Bilan digunakan untuk pendapatan ekonomi hidup keluarga mereka,”ungkap Kepala
Desa.ANTONIUS
: AKA BILAN MILIKI NILAI PEMERSATU DAN MENCARI JODOH
Tokoh Adat Weoe, Antonius
Klau Bo’uk (74 Tahun), mengatakan, ketika musim kelaparan melanda masyarakat,
maka mereka secara bersama-sama antar masyarakat tanpa membedakan suku dan
agama, masuk hutan untuk menebang pohon Gewang atau pohon Sagu lalu dikelolah
secara bersama-sama pula untuk dijadikan makanan musim lapar. Dan pada saman
dulu, saat menumbuk serat-serat batang pohon tersebut dilakukan pantun-pantun
antar remaja untuk mencari jodoh.
|
Tokoh Adat Weoe, Antonius Klau Bo’uk |
“Dulu saat musim kelaparan,
kami bersama-sama masuk hutan dan menebang pohon Sagu kemudian pikul masuk ke
dalam kampung dan kami belah, kami kikis menjadi serat tipis lalu kami tumbuk
menjadi halus sehingga bisa dijadikan makanan. Serat yang tipis itu kami
tumbung dalam lesung panjang secara bersama-sama antar muda-mudi. Saat menumbuk
inilah dilakukan pantun antar pemuda untuk mencari jodoh, dan apabila terjadi
kesepakatan jodoh maka dilakukan perkawinan yang sah,”ucapnya.
DOMINIKA
NAMOK : DULU AKA BILAN MENJADI MAKANAN UTAMA
Pelaku Budaya dan Tokoh Adat
Kaum Ibu desa Weoe, Dominika Namok (67 Tahun), menjelaskan bahwa sejak zaman
dulu makanan Aka Bilan adalah makanan pokok mereka saat masih kecil. Dan
setelah adanya Beras, Jagung, Turis, maka Aka Bilan dijadikan makanan tambahan.
“Waktu masa kecil kami makan
Aka Bilan sebagai makanan pokok. Memang proses pembuatannya tidaklah mudah
namun harus bisa dilakukan untuk mengatasi kebutuhan akan makanan pada jaman
dulu itu,”tutur Dominika.
|
Pelaku Budaya dan Tokoh Adat Kaum Ibu desa Weoe, Dominika Namok |
Untuk diketahui bersama, Aka
Bilan adalah jenis Makanan Tradisional orang Malaka sejak zaman dahulu. Makanan
ini dibuat dari Sari Pati Batang Pohon Gewang atau Pohon Sagu yang disebut
Corypha Gebanga. Isi Sari Pati itu dijadikan adonan kemudian dipanggang dengan
api kayu bakar dalam wajan berbentuk piring bulat dari tanah liat. Setelah
Matang lewat proses panggang maka dijadikan makanan buat keluarga. (Nel/Pieter/VN)