Kupang, Voice News.Id - Kepolisian Daerah Nusa (Polda) Tenggara Timur (NTT) saat ini sedang melakukan proses penyelidikan terhadap 8 (delapan) titik galian C (yang diduga) tak berizin alias tambang ilegal/liar milik kontraktor PT. Yetty Dharmawan di Kabupaten Ende yang tersebar di 4 (empat) Kecamatan di Kabupaten Ende.
Hal tersebut ditegaskan Kapolda NTT, Irjen Pol. Drs. Setyo Budyanto, S.H, M.H melalui Kabid Humas Polda NTT, Rishian Krisna B, S.H, S.I.K. M.H.
"Masih penyelidikan (terhadap 8 titik galian C milik PT. Yetty Dharmawan, red)," jawab Kapolda melalui Kabid Humas Polda NTT, Rishian Krisna B, S.H., S.I.K., M.H pada wartawan, Kamis (24/02/21) melalui pesan WhatsApp terkait proses hukum terhadap dugaan Tambang Ilegal (Illegal Mining) perusaan tersebut.
Kapolda NTT diminta tanggapan terkait permintaan, Koordinator TPDI & Advokad Peradi, Petrus Selestinus, S.H., MH dalam rilisnya pada (14/02/2022), kepada Pihak KAPOLRI, KAJAGUNG, dan KPK untuk memproses hukum komisaris dan Direktur PT. Yetty Dharmawan karena telah merusak lingkungan melalui 8 titik Tambang Ilegal (Illegal Mining) milik perusahaan tersebut. Selain itu, ada indikasi KKN dan pencucian uang dibalik pembiaran tambang ilegal tersebut oleh berbagai pihak terkait.
Petrus Salestinus menjelaskan, Manajemen PT. Yetty Dharmawan baik itu Direkturnya, Sony Indraputra dan Komisarisnya, Yanto Dharmawan terkesan begitu arogan terkait praktek tambang liar tanpa IUP OP dari Kementrian ESDM R.I, sehingga Pemerintah Daerah kabupaten Ende dan Kapolda NTT tidak berdaya menghadapi keserakahan Pengusaha ini dalam merusak alam dan lingkungan.
Menurut mantan kuasa hukum Presiden R.I, Megawati Soekarno Putri ini, aparat Penegak Hukum terutama Kapolda NTT, Irjen Pol Drs. Setyo Budiyanto, S.H,M.H, tidak boleh menjadi konco-konco Pengusaha seperti PT. Yetty Dharmawan dalam bisnis kotor yang merugikan rakyat dan negara.
Jika hal ini terjadi dan dilakukan pembiaran, maka hukum mati suri dan keadilan rakyat dirampok pengusaha rakus dan tamak seperti yang dilakukan oleh seorang Yanto Dharmawan dan Sony Indraputra selaku komisaris dan direktur PT. Yetty Dharmawan.
Petrus Selestinus menjelaskan, perilaku manajemen PT. Yetty Dharmawan dalam merusak lingkungan, menabrak aturan undang-undang Minerba, karena merasa diri seperti 'raja- raja kecil' di kabupaten Ende.
Selain memonopoli pekerjaan, juga melanggar aturan, sehingga hukum dibuat 'mati suri' dan keadilan rakyat dirampok oleh raja-raja kecil di daerah, maka harapan satu-satunya adalah rakyat bersatu dan mari kita lawan mereka (Yanto Dharmawan dan Sony Indraputra), yang zolim dengan kekuatan rakyat melalui apa yang disebut partisipasi masyarakat dalam proses penegakan hukum termasuk aksi lapangan.
PT. Yetty Dharmawan, kata Petrus Selestinus, disebut-sebut telah merusak lingkungan, menimbulkan konflik sosial, tanah longsor, polusi udara, sumber mata air menjadi kering, krisis air bersih, akibat penambangan liar tanpa Izin Pemerintah.
"Oleh karena tanpa izin, maka dipastikan PT. Yetty Dharmawan tidak membayar pendapatan negara (penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak, seperti iuran tetap, iuran produksi dll.) dan pendapatan daerah (pajak daerah, retribusi daerah, iuran pertambangan rakyat dll. pendapatan yang menjadi hak daerah, lalu uangnya lari ke kantong siapa?" paparnya.
Dalam rilisnya tersebut Petrus menegaskan, Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II dan Komisi III DPRD Ende, tidak boleh berhenti tetapi harus ditindaklanjuti dengan memanggil manajemen PT. Yetty Dharmawan untuk suatu penyelidikan ke arah kelalaian mengurus izin, kelalaian membayar pendapatan negara dan pendapatan daerah sehingga direkomedasikan kepada Aparat Penegak Hukum suatu pola penindakan ke arah Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencuciaan Uang terhadap PT. Yetty Dharmawan.
"Apakah ada upeti, gratifikasi dan/atau suap disitu, sehingga Kapolda harus berani menangkap dan menahan saudara Yanto Dharmawan dan Sony Indraputra, sebagai pihak yang paling bertanggungjawab, karena telah melakukan tindak pidana pencucian uang," tandasnya.
Lebih lanjut, Petrus menguraikan, jika saja melalui mekanisme politik di DPRD Ende, upaya ini tidak membawa hasil, maka seluruh elemen masyarakat Ende di Kota Ende, di Kupang dan di Jakarta, segera rapatkan barisan untuk melakukan sebuah Advokasi besar guna menghentikan atau menutup total penambangan liar yang dilakukan oleh PT. Yetty Dharmawan di 8 titik yang tersebar di 4 Kecamatan, Kabupaten Ende.
Gerakan Advokasi besar ini guna meminta kepada KAPOLRI, JAKSA AGUNG RI dan KPK agar turun tangan membentuk satu tim khusus guna melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua pejabat yang diduga terlibat.
Untuk itu, maka tindakan kepolisian segera harus dilakukan di 8 ( Delapan) titik lokasi yang tersebar di 4 Kecamatan dengan mempolice line (pita kuning) TKP dan satu Unit alat produksi Aspal Mixing Plant (AMP) milik PT. Yetty Dharmawan di Tanali Wewaria yang disebut tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) dari Kementerian ESDM, satu dan lain guna mencegah agar PT. Yetty Dharmawan tidak menghilangkan jejak dan barang bukti untuk disita.
Jika saja Aparat Penegak Hukum tidak berani melakukan langkah hukum apapun, maka menurut Petrus, kekuatan rakyat melalui elemen masyarakat yang ada di Ende, Kupang dan Jakarta membentuk aliansi Advokasi besar, sebagai bagian dari partisipasi atau peran serta masyarakat dalam Penegakan Hukum, berupaya menutup semua lokasi tambang PT. Yetty Dharmawan di Ende.
Ia juga meminta KAPOLRI, JAKSA AGUNG RI, dan KPK turun tangan melakukan penindakan, demi menyelamatkan bumi Pancasila Kota Ende dari kehancuran sistemik. (vn/ius)