• DAERAH

    Masyarakat diminta hati-hati dan waspada adalah agar jangan terlibat dalam politik

  • NASIONAL

    Rael Count KPU RI Hasil Hituang Suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, sampai tanggal 19 Februari pukul 20.15 WIB

  • NASIONAL

    Real Count KPU RI Hasil Hitung Suara Legislatif DPR RI 2024, sampai tanggal 19 Februari 2024 pukul 20:00 WIB

  • PENDIDIKAN

    Demikian dikatakan Kepala SMPK Sta. Familia, Sikumana – Kota Kupang, Sr. Maria Regina Manis, PRR kepada wartawan

  • PENDIDIKAN

    Linus Lusi, mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVI yang telah melakukan kegiatan ini

Senin, 13 Februari 2023

Desak Sidik Kasus Dana Hibah KONI Rp 2,1 M, PMKRI Demo ke Polres Ende

2.

Ende, Voice News Id - Melihat lambannya proses hukum dugaan korupsi penyalagunaan Dana Hibah dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ende ke KONI Ende senilai Rp 2,1 M oleh aparat penyidik Polres Ende membuat mahasiswa yang bergabung  dalam Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ende kembali melakukan aksi unjuk rasa alias demonstrasi/demo ke Polres Ende pada Jumad (10/02/2023).

Seperti  yang disaksikan wartawan, sejak pagi beberapa aktivis PMKRI mulai berkumpul di Marga PMKRI Cabang Ende yang terletak di jalan Wirajaya Ende. Nampak puluhan aparat keamanan bersiap siaga mengatur lalu lintas dan akan  mengawal aksi damai tersebut.

Tepatnya Pukul 10.30 WITA, para aktivis PMKRI mulai meninggalkan Marga PMKRI menuju Polres Ende melalui ruas jalan Wirajaya -  bundaran patung pelajar -  jalan Pahlawan, dan akhirnya berhenti di Markas Kepolisian Resort (Mapolres) Ende.

Sepanjang perjalanan tersebut, tampak para aktivitas PMKRI secara bergantian melakukan orasi. Mereka menuntut  Kepolres Ende dan seluruh jajarannya agar lebih profesional menangani dugaan korupsi yang diduga melibatkan Ketua DPRD Ende, Fransiskus Taso, Ketua ASKAB Ende, Sabri Indradewa dan Yulius Cesar Nonga, Manajer PERSE Ende yang merangkap jabatan sebagai bendahara KONI Ende.

“Saudara-saudara, masyarakat kabupaten Ende yang tercinta, marilah kita sama-sama memberikan dukungan kepada Bapak Kapolres Ende bersama seluruh jajarannya agar bisa mengungkap tuntas dugaan penyalagunaan Dana hibah KONI sebesar Rp 2,1 Millyar, setuju teman-teman?" tanya salah satu orator dan dijawab setuju oleh  sesama para pengunjuk rasa.

Seperti yang disaksikan media ini, setibanya di halaman Polres Ende,  Iprianus Laka Mau Ketua PMKRI Ende, dalam orasinya mengatakan, PMKRI Ende sangat mendukung Kepolisian Resort Ende dalam mengusut tuntas kasus dugaan korupsi dana hibah untuk KONI Ende.  Menurut Laka Mau,  kasus dana hibah sebesar Rp 2,1  M sudah menjadi perhatian publik Kabupaten Ende dan PMKRI secara nasional.

Untuk itulah, dirinya meminta kepada Kapolres Ende untuk segara meningkatkan status hukum kasus tersebut dari penyelidikan (Lidik) ke tahapan penyidikan (Sidik) dan segera menetapkan para tersangkanya.

"Hari ini publik Kabupaten Ende, sedang menunggu perkembangan penanganan kasus dana hibah untuk KONI Ende sudah sejauh mana? Kami minta Kapolres Ende harus terbuka kepada masyarakat Kabupaten Ende," ungkapnya.

Iprianus katakan, jika dalam proses penyelidikan berjalan lambat dapat memungkinkan bahwa kasus ini akan menjadi lumut di laci Polres Ende. Oleh karena itu, Ia mendesak agar Kapolres Andre Librian segera mengumumkan kepada publik jika tidak ditemukan korupsi.  “Sebaliknya jika ditemukan bukti melakukan korupsi Polres Ende juga diminta umumkan ke publik,” pintanya.

Di halaman Polres Ende tersebut terlihat masa aksi PMKRI Ende saling bergantian berorasi  sembari  menunggu kesediaan dari para  pejabat Polres Ende bersedia untuk beraudiens dengan masa PMKRI. Namun hal itu tidak terjadi lantaran Kapolres dan jajaran lainnya pada hari yang sama sedang berkunjung ke kelurahan- kelurahan guna mendengar langsung curahan warga (Jumad curhat) yang merupakan program dari Kapolri.

Adapun beberapa tuntutan dalam pernyataan sikap dari aksi damai PMKRI diantaranya:

  • 1.   Mendesak Polres Ende mengusut tuntas kasus dana hibah untuk Koni Ende senilai 2,1 milyar rupiah;
  • 2.      Mendesak Polres Ende dalam penanganan kasus ini lebih terbuka kepada publik kabupaten Ende; dan
  • 3.      Menuntut Polres Ende secepatnya menuntaskan kasus dana hibah KONI Ende.


Usai menggelar aksi tersebut, massa PMKRI pun meninggalkan Mapolres Ende dan kembali pulang menuju Marga PMKRI Ende.

Ketua PMKRI Cabang Ende, Ryan Laka Mau  usai melakukan aksi tersebut kepada wartawan mengatakan, PMKRI dalam sepekan ini akan terus melakukan aksi damai guna mengawal penanganan kasus dugaan penyalagunaan uang negara ini oleh pengurus KONI, Askab dan pengurus PERSE Ende.

Menurut aktivis kelahiran Lio Timur ini, ada indikasi korupsi dalam kasus itu yaitu,  ada dugaan bahwa  bantuan hibah KONI ini  proses awal sudah menyalahi aturan hukum karena tidak ada pengajuan proposal hibah namun tiba-tiba anggaran itu muncul di APBD perubahan dan ditetapkan.

Ivent Piala Suratim Cup di Ende dan Piala El Tari Memerial Cup yang diselenggarakan di Kabupaten Lembata itu adalah kegiatan gawe tahunan sehingga dibutuhkan proposal untuk menentukan kebutuhan, berbeda dengan Hibah tetap untuk pembinaan cabor (cabang olahraga, red).

"PMKRI telah mengantongi data indikasinya, termasuk dugaan permainan kwitansi, diantaranya ada oknum pelatih diberi honor hanya Rp 3 juta tanpa kwitansi tetapi ditemukan kwitansi penerimaan dari dirinya sebesar Rp 8 Juta. Saat perhelatan Suratim Cup, dimana seluruh pembiayaan ditangani oleh Pemerintah Propinsi NTT karena itu adalah hajatan Pemprov NTT. Selain itu, masih ada lagi data lain yang tentunya belum kami buka, jika Polres Ende pada akhirnya mengatakan bahwa tidak menemukan indikasinya maka PMKRI secara nasional akan melaporkan dugaan kasus ini ke Mabes Polri,” tandasnya.

Untuk itu Ryan Laka Mau meminta seluruh elemen masyarakat, tokoh Agama, tokoh Pemuda, Lembaga Swadaya Masyarakat, Ormas serta media cetak & elektronik untuk memberikan dukungan secara total kepada Kapolres Ende, AKBP Andre Librian dalam pemberantasan korupsi di kota ‘rahim Pancasila’.

Kapolres Ende, kata Ryan Laka Mau, nampaknya mengalami kesulitan besar untuk mengusut tuntas kasus penyalahgunaan dana Koni Rp 2,1 miliar karena ada upaya masif dan sistemik dengan melibatkan jaringan dasyat untuk menutupi kasus tersebut. “Semisal menyebarkan hoax bahwa sudah ada deal untuk menghentikan kasus. Jika ini terjadi sama saja dengan menimbun rasa ketidakpercayaan masyarakat akan niat baik Kapolres yang patuh pada hukum,” ungkapnya.

"Bisa saja yang dimainkan saat ini juga adalah upaya untuk merusakan citra Kapolres Ende yang sedang giat  tanpa pandang bulu " paparnya.

Sementara itu Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Ende, AKBP Andre Librian saat dikonfirmasi di ruang kerjanya pada Sabtu (11/02/2023) menegaskan bahwa, perkembangan dalam kasus dana hibah untuk KONI Ende, masih dalam pemeriksaan saksi-saksi.

Kapolres) Ende, AKBP Andre Librian 

"Sekitar 14  saksi yang sudah kita undang dan mendengar klarifikasinya, dan masih sekitar 10 saksi lagi yang diundang untuk klarifikasinya. Jadi minggu ini kita undang 10 saksi itu kemudian kita lakukan gelar perkaranya, jika ditemukan maka statusnya kita naikkan ke tingkat penyidikkan," paparnya.

Terkait tuntutan aktivis PMKRI Cabang Ende tersebut, Kapolres Andre Librian menyampaikan bahwa pada hari Jumad tersebut, dirinya tidak sempat menemui rekan-rekan aktivis PMKRI karena bertepatan dengan kegiatan Jumad Curhat yang merupakan program dari Kapolri.

Meski tidak sempat menemui para pengunjuk rasa, Kapolres AKBP Andre menegaskan penanganan dugaan penyalagunaan dana Hibah KONI Ende ini,  hanya pihaknya sangat terbuka dan akan selalu menyampaikan tahapan-tahapan perkembangannya.

"Kalau rekan mahasiswa pertanyakan bagaimana perkembangan, ya tentu kita juga harus  terbuka. Dan kita juga harus sampaikan tahapan-tahapannya namun  yang menjadi substansinya tentu  kita harus jaga kerahasiaannya, jika terlalu masuk nanti, malah bisa menghambat penyelidikan, gitu kan," ungkapnya.

Sambil membetulkan posisi duduknya, Kapolres Ende, AKBP Andre menegaskan dalam penanganan dugaan penyalagunaan dana hibah KONI  Ende ini, dirinya memiliki prinsip  apabila ditemukan  bukti yang kuat, maka pihaknya  akan menaikkan statusnya dari penyelidikan ke tahap penyidikan.

"Yah pada prinsipnya, apabila penyidik sudah memiliki bukti yang kuat, nanti akan kita tingkatkan dari penyelidikan ke tahap penyidikan. Berapa lama ini? Ya secepat kita dapat alat bukti itu, ya secepat itu juga kita tingkatkan,” ujarnya. (vn/ana)

Share:

Jumat, 16 Desember 2022

Enaknya Jadi Anggota DPRD Nagekeo, Dapat Tunjangan Transportasi Rp 500 Ribu Per Hari Walau Tidur di Rumah



Mbay, Voice News Id - Tunjangan Transportasi bagi 22 Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nagekeo mencapai Rp 500 ribu per hari kerja. Tunjangan tersebut tetap dibayar walaupun yang bersangkutan tidak masuk kantor. Bahkan tunjangan tersebut tetap dibayarkan walaupun yang bersangkutan sedang melakukan perjalanan dinas.


Demikian disampaikan sumber yang sangat layak dipercaya kepada Tim Media ini Nagekeo pada Jumat (9/12/22) pekan lalu.


“Saya minta teman-teman wartawan untuk telusuri anggaran untuk Tunjangan Transportasi anggota Dewan Nagekeo. Informasinya mencapai Rp 500 ribu per hari kerja. Ini jumlah yang fantastis untuk ukuran Kabupaten Nagekeo,” ungkap sumber yang enggan ditulis namanya.


Ia membeberkan, tunjangan transportasi merupakan hak anggota DPRD yang diatur dalam PP tentang Kedudukan Keuangan dan Protokoler Pimpinan dan anggota DPR. “Namun besaran tunjangannya harus disesuaikan dengan asas kewajaran (harga sewa kendaraan setempat yang berlaku, red) dan kemampuan keuangan daerah. Itu ada batasannya, bukan asal tetapkan besarannya,” tandasnya. 


Sesuai aturan, jelasnya, tunjangan transportasi tersebut untuk membiayai perjalanan anggota DPRD dari rumah ke kantor/sekretariat DPRD dan sebaliknya. “Kalau untuk biaya transportasi dari rumah ke kantor (PP), wajarnya hanya sekitar Rp 100 ribu/hari/per orang. Kalau sewa mobil pun hanya sekitar Rp 6-7 juta per bulan,” bebernya.


Dengan demikian, lanjutnya, tunjangan transportasi sebesar Rp 500 ribu/hari atau sekitar Rp 11 Juta per bulan/orang, merupakan jumlah yang fantastis untuk Kabupaten Nagekeo. “Anggota DPRD tidak peka terhadap kebutuhan masyarakat miskin yang masih sangat membutuhkan perhatian dan bantuan pemerintah. Seharusnya sebagian anggaran itu bisa dipakai untuk membantu masyarakat miskin,” kritiknya.


Selain nilainya yang fantastis, jelasnya, anggota DPRD Nagekeo pun tetap menerima tunjangan tersebut walaupun yang bersangkutan tidak masuk kantor. “Karena tunjangan itu untuk membiayai perjalanan/transportasi anggota Dewan dari rumah ke kantor/sekretariat DPRD, maka seharusnya saat anggota DPRD yang bersangkutan tidak masuk kantor, maka tunjangan transportasinya pada hari itu tidak boleh dibayarkan,” tandasnya.


Begitu pula, lanjutnya, saat anggota DPRD yang bersangkutan melakukan perjalanan dinas. “Seharusnya anggota DPRD yang sedang melakukan perjalanan dinas tidak boleh dibayarkan. Karena yang bersangkutan telah mendapat biaya perjalanan dalam komponen biaya perjalanan dinas. Itu kan ada pendobelan biaya,” tegasnya.


Namun menurutnya, tunjangan transportasi tersebut tetap diterima (dibayar setiap hari kerja, red) kepada anggota DPRD Nagekeo walaupun yang bersangkutan tidak masuk kantor atau sedang melakukan perjalanan dinas. “Tunjangan itu tetap dibayar walaupun yang bersangkutan tidak masuk kantor. Enak kan, tidur di rumah atau di hotel pun (saat perjalanan dinas, red) tetap dapat Rp 500 ribu per hari,” kritiknya.


Sekretaris DPRD Kabupaten Nagekeo, Syukur Abdullah Mane, SH yang dikonfirmasi Tim Media ini pada Rabu (14/12/22) melalui pesan WhatsApp/WA membenarkan besaran Tunjangan Transportasi anggota DPRD Nagekeo sebesar Rp 500 ribu per hari untuk setiap orang.


Menurutnya, tunjangan transportasi merupakan hak keuangan anggota DPRD Nagekeo. Sedangkan 3 orang pimpinan DPRD tidak memperoleh tunjangan transportasi karena telah disediakan mobil dinas.


Syukur menjelaskan, besaran tunjangan transportasi tersebut dibayarkan sesuai Perbup (Peraturan Bupati, red) Nagekeo, yakni sebesar Rp 500 ribu dikalikan 22 hari kerja atau sebesar Rp 11 Juta per bulan/orang.


“Sesuai Perbub sebesar Rp 500 ribu/hari kali 22 hari kerja (dalam sebulan, red) bagi daerah yang hari kerja sebanyak 5 hari dalam sepekan. Kalau 6 hari kerja dalam sepekan, maka dihitung 24 hari kerja dalam sebulan,” tulisnya.


Saat diminta foto Perbup Bupati tersebut, Syukur meminta wartawan untuk bertemu dengan Kepala Bagian (Kabag) Kesekretariatan Sekretariat DPRD Kabupaten Nagekeo. “Ke Kantor saja Pak, saya masih ada tugas, bertemu dengan Ibu Elsa, Kabag Kesektariatan,” tulisnya. (vn/tim)

Share:

Sabtu, 05 November 2022

Jeriko Nilai Pemkot Kupang Tipu Soal Tak Ada Dana Bayar TPP Nakes

 


Kota Kupang, Voice News.Id – Mantan Walikota Kupang, Jefry Riwu Kore menilai alasan Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang tidak membayar Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) Tenaga Kesehatan (Nakes) karena tidak ada dana adalah alasan yang dibuat-buat dan merupakan upaya penipuan.

Hal ini dikatakan mantan Walikota yang akrab disapa Jeriko dalam acara Ngopi Bareng Jurnalis Dengan Jeriko yang difasilitasi Relawan Teman Jeriko pada Jumat (04//10/2022)  di Pantai LLBK, Kota Kupang. Menurut Jeriko, seharusnya Pemkot Kupang berkata secara jujur, mengapa tidak membayar TPP Nakes Kota Kupang senilai Rp 1.350.000 pada tahun 2022.

“Alasannya, tipu. Kalau bilang tidak punya duit, pasti saya yakin tipu. Buktinya DPRD ada kenaikan anggaran. Yang lain-lainnya ada kenaikan. Ada tambahan Pokir buat kawan-kawan kita. Sedangkan untuk Nakes yang hanya Rp 3 Milyar saja tidak bisa,” ungkap Jeriko.

Ia menyesalkan alasan yang dilontarkan kalangan DPRD Kota Kupang dan Penjabat Walikota Kupang yang menyatakan bahwa Pemkot tidak memiliki dana untuk membayar TPP Nakes. “Dewan punya alasan tidak ada duit. Atau pejabat punya alasan tidak punya duit sehingga itu (TPP Nakes, red) tidak boleh diakomodir,” ujar Jeriko.

Jeriko mempertanyakan alasan Pemkot Kupang dan DPRD yang mengaku tak punya dana untuk membayar TPP Nakes. “Saya agak heran juga. Siapa yang bilang tidak ada duit? Tidak ada duit bagaimana? Kita sudah hitung uangnya Pak. Tidak ada uang bagaimana? Usulan itu sudah dihitung berdasarkan kemampuan keuangan daerah,” ungkapnya.

Menurut Jeriko, DPRD Kota dan Pemkot tidak punya niat untuk membayar TPP Nakes. “Sekarang ini buat saya, mau bayar atau tidak? Kalau katong pung niat memang sudah tidak mau bayar, Bapa bikin apa saja tetap tidak bisa. Alasan tinggal kita buat saja. Alasan tidak ada duit. Oh harus ada Perda dulu baru Perwali. Oh begini, oh begitu. Ini tanda-tanda tidak ada niat untuk bayar,” ungkapnya.

Kalau Pemkot punya niat untuk membayar TPP Nakes, ungkapnya, maka keuangan Pemkot sangat cukup. “Itu total seluruhnya sampai akhir tahun hanya Rp 3 milyar. Masa Pemda tidak punya uang Rp 3 Milyark? Sial banget kalau Pemkot tidak punya uang untuk masyarakat kita. Untuk anak-anak kita. Alasan itu masuk akal nggak?” kritik Jeriko pedas.

Seharusnya, lanjut Jeriko, Pemkot dan DPRD Kota Kupang memprioritaskan gaji dan tunjangan untuk Aparatur Sipil Negara (ASN). “Uang tidak ada karena begini, begini. Ndak ada. Perioritaskan dulu untuk ASN baru kita buat proyek dan program lain. Bukan kita buat program lain dulu baru kita cari-cari alasan. Ini harus tegas. Jangan kita sok-sok ngomong tinggi. Omong besar baru kita akalin masyarakat seolang-olah tidak punya uang,” kritiknya.

Menurut Jeriko, berbagai alasan yang dilontarkan Pemkot Kupang merupakan alasan yang dicari-cari. “Kalau bilang tidak, yah tidak. Tinggal alasan saja. Oh bilang saja SK-nya tidak berlaku. SK Ilegal. Gampang itu cari alasan. Masalahnya, niatnya tidak mau bayar. Itu saja kalau saya,?” kritiknya.

Jeriko menjelaskan, latar belakang diterbitkannya Peraturan Walikota (Perwali) Nomor: 22 Tahun .... yang diterbitkannya. Perwali tersebut mengatur tentang Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) Nakes sebesar Rp 1.350.000/bulan.  “Selumnya ada Perwali 8. Kemudian saya terbitkan Perwali 22. Perwali 8 dan Perwali 22 merupakan perpanjangan dari PP atau usulann pemerintah untuk penambahan penghasilan ASN. Perwali 22 ini sebenarnya sudah disetujui Kementerian,” bebernya.

Penerbitan Perwali Nomor: 22, lanjutnya, untuk memperbaiki Perwali Nomor: 8. ”Kenapa muncul Perwali 22? Karena pada Perwali 8 itu terjadi kesalahan. Nakes dan guru hanya diberi Rp 600 ribu rupiah. Saat itu saya sangat protes ke Dinas, mengapa anda hanya kasih Rp 600 ribu. Mengapa anda memutuskan ini? Ini tidak fair, mengapa? Pak Jokowi saja bilang, kalaupun ada perubahan, gaji mereka tidak boleh kurang,” tandas Jeriko.

Menurut Jeriko, sebelumnya para Nakes telah menerima TPP sebesar Rp 1.350.000/bulan. “Mengapa tiba-tiba dikasih kurang jadi Rp 600 ribu? Makanya saya ganti Perwali 8 itu dengan Perwali 22 supaya mereka kembali dibayar Rp 1.350.000,” tegasnya.

Keputusan untuk menaikan kembali TPP Nakes tersebut, lanjut Jeriko, telah disetujui oleh Kementerian Keuangan dan Kemendagri. “Sudah diputuskan bahwa mereka setuju. Mengapa leputusan itu harus harus lewat mereka? Karena mereka harus lihat kemampuan keuangan Kota Kupang,” jelasnya.

Saat itu, kata Jeriko, pihaknya telah menghitung kemampuan keuangan Pemkot Kupang. “Kita bisa sehingga kita tetapkan nilai itu. Bukan karang-karang. Kecuali kita tidak mengerti. Kita tapa-tapa. Tidak ada begitu. Itu diputuskan Kementerian Keuangan. Dasar perhitungannya adalah pendapatan, biaya dan lainnya. Lalu katanya, oh ya anda punya usulan disetujui. Begitu prosesnya. Bukan tiba-tiba. Jadi prosesnya sudah sesuai peraturan perundang-undangan. Tapi kenapa tak mau dibayar TPP itu?” bebernya.

Jeriko mengkritik adanya oknum-oknum di lingkup Pemkot Kupang saat ini yang tidak paham dengan proses tersebut. “Kalau orang tidak paham, yah anggap (Perwali Nomor 12, red) ilegal. Orang yang tidak mengerti, yang hanya dapat bisik-bisik atau hau-hau bebek (membeo, red). Pasti salah paham. Karena dia tidak mengerti. Makanya kita tidak boleh hau-hau bebek. Orang bisik begini, langsung bilang, oh begitu yah,” katanya.

Ia meminta agar oknum-oknum yang disebutnya ‘hau-hau bebek’ itu untuk mempelajari aturan terkait. “Baca aturan. Lihat konsiderasi dari Perwali itu. Kalau tidak paham tanya orang lain. Kalau e, beta rasa bodoh, beta tanya orang. Kalau beta sonde mengerti, tanya kawan. Bukan hau-hau bebek. Hanya dengan orang bisik. Apalagi yang bisik ngali (bodoh, red). Orang Sabu bilang ngali. Akibatnya yang disampaikan juga tidak benar,” kritiknya tajam.

Namun dijelaskan, sebelum Perwali Nomor: 22 tersebut dilaksanakan, diperlukan Peraturan Daerah (Perda) APBD. “Kalau omong Perda, ada yang omong, itu harus ada Perda dulu baru ada Perwali. Kalau tanganga, begitu orang bisik harus ada Perda baru Perwali, maka jawabannya oh iya harus ada Perda baru Perwali. Baru batareak (berteriak, red) kuat, weh harus ada Perda dulu baru Perwali! Itu orang tanganga (menganga, red) dia pung nama," kritiknya lagi.

Menurut Jeriko, tidak semua hal yang diatur Perwali harus didahului oleh penetapan Perda. “Bisa Perwali baru Perda. Misalnya saya buat Perwali untuk kebersihan. Itu Perwali saja cukup, tidak perlu Perda. Tapi kalau berhubungan dengan pembebanan kepada masyarakat karena DPRD itu wakil rakyat maka seyognya Perda dulu baru Perwali. Saya ingin sampaikan bahwa tidak semua harus Perda baru Perwali. Tapi dalam hal tertentu memang harus Perda dulu baru Perwali,” bebernya.

Karena Perwali Nomor 22 tersebut telah mendapat persetujuan dari Kementerian Keuangan dan Kemendagri maka Pemerintah harus melaporkan ke DPRD Kota Kupang. “Harus laporkan itu kepada DPRD agar dimasukkan dalam anggaran perubahan, dan diakomodir dalam APBD Perubahan,” ujar Jeriko.

Seperti diberitakan berbagai media sebelumnya, Jeriko dituding telah menerbitkan Perwali Nomor 22 yang menaikan besaran TPP Nakes Kota Kupang dari Rp 600 ribu menjadi Rp 1.350.000. Namun Perwali itu disebut ilegal karena kenaikan TPP tersebut belum ditetapkan dalam APBD Perubahan Kota Kupang. Pemkot Kupang juga mengaku tidak ada dana untuk membayar TPP Nakes tersebut. (vn/nus)

Share:

Minggu, 10 Juli 2022

Jaksa Tetepkan DALR Sebagai Tersangka Kasus PDAM Kupang Tanpa Audit Kerugian Negara

Pengacara DALR, Dr. Yanto P. Ekon,SH


Kupang, Voice News.Com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Oelamasi, Kabupaten Kupang - NTT diduga menetapkan DALR alias Lape sebagai salah satu tersangka kasus dugaan korupsi dana penyertaan modal Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kupang senilai Rp 6,5 Miliar (tahun 2015-2016, red) ke Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Lontar Kupang tanpa memiliki bukti yang cukup, antara lain tanpa perhitungan kerugian negara dari BPK RI atau BPK NTT. Bahkan DALR bukan kontraktor pelaksana alias tidak pernah menandatangani kontrak kerja dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).


Hal ini terungkap dalam fakta persidangan Gugatan Pra Peradilan DALR terhadap penyidik Kejari Oelamasi pada Kamis (7/7/2022) di Pengadilan Negeri Oelamasi, Kabupaten Kupang. Sidang Pra Peradilan tersebut dipimpin oleh hakim tunggal Revan Timbul Hamongan Tambunan, SH tersebut menghadirkan Saksi Ahli dari Termohon (menghadirkan Jaksa Penyidik).


Seperti disaksikan Tim Media ini, Jaksa Penyidik yang dihadirkan dalam persidangan tersebut tidak dapat menunjukan hasil audit BPK RI atau BPKP NTT yang berwenang untuk menentukan ada atau tidaknya kerugian negara.

 

Ketika ditanya Hakim Tambunan tentang bukti Laporan Hasil Pemeriksaan yang menunjukan adanya kerugian negara dalam proyek tersebut (yang dijadikan dasar penetapan tersangka terhadap DALR, red), sang Jaksa mengaku belum ada LHP yang menunjukan adanya kerugian negara. “Belum ada hasil auditnya,” ujar sang Jaksa.


Fakta lain yang terungkap dan mencengangkan dalam persidangan tersebut adalah Tersangka DALR tidak ada hubungan hukum alias tidak pernah menandatangani kontrak kerja dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek yang dibiayai dari dana penyertaan modal Pemkab Kupang tersebut.


Namun faktanya, Jaksa Kejari Oelamasi diduga secara sepihak telah menetapkan DALR sebagai tersangka. Padahal DALR hanyalah sebagai pekerja atau buruh yang melaksanakan pekerjaan di lapangan. DALR bukan penanggung jawab atau kontraktor pelaksana proyek tersebut.


Kuasa Hukum DALR, Dr. Yanto P. Ekon yang diwawancarai tim media ini usai persidangan mengatakan, kliennya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejari Oelamasi tanpa bukti dan fakta yang cukup kuat. "Harus ada unsur esensial dari yang disangkakan sehingga penyidik menetapkan seseorang sebagai tersangka, yakni harus ada unsur kerugian negara. Ini harus dibuktikan dengan hasil audit dari lembaga/instansi ataupun Pejabat yang berwenang melakukan Audit Keuangan Negara untuk menentukan ada atau tidaknya kerugian negara,” tandasnya.


Yanto mempertanyakan profesionalisme Jaksa Penyidik Kejari Oelamasi yang tak mampu menunjukan hasil audit dari lembaga yang berwenang yang menunjukan adanya kerugian negara dalam pelaksanaan proyek tersebut. “Kan aneh, proyek ini dikerjakan pada Tahun Anggaran 2015 dan 2016, tapi kok sampai saat sidang Pra Peradilan saat ini, Jaksa Penyidik tidak bisa menghadirkan Bukti Audit pekerjaan dari BPK maupun BPKP?" ungkap Yanto, Doktor Hukum yang juga Dosen di Universitas Kristen Artha Wacana Kupang.


Menurut Yanto, sebelum penetapan kliennya penetapan tersangka, Jaksa Penyidik harus memiliki bukti permulaan berupa hasil perhitungan kerugian keuangan negara dari instansi yang berwenang. “Pasal yang disangkakan kepada klien saya adalah Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor yang salah satu unsurnya adalah merugikan keuangan negara. Oleh karena itu, menurut kami penetapan tersangka oleh penyidik kejaksaan tanpa didasari alat bukti mengenai kerugian keuangan negara yang bersifat pasti dan nyata jumlahnya,” tegasnya.


Oleh karena itu, sebagai Kuasa Hukum dari Pemohon Pra Peradilan, pihaknya akan menggunakan fakta persidangan hari tersebut sebagai dasar penyusunan Pledoi (pembelaan, red) di sidang berikutnya yang akan dilaksanakan pada hari Senin (11/07/2022). “Fakta persidangan hari ini, akan kami masukan dalam pledoi di sidang selanjutnya,” ujar Yanto.


Untuk diketahui DALR alias Lape ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan oleh Kejaksaan Negeri Oelamasi, Kabupaten Kupang pada 27 April 2022 dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penggunaan dana penyertaan modal dari Pemkab Kupang ke PDAM Tirta Lontar senilai Rp 6,5 Miliar pada tahun anggaran 2015 dan 2016. Padahal Proyek IKK Tarus tersebut telah di PHO (Purchasing Hand Over/Serah Terima I dan juga telah FHO (Finishing Hand Over/Serah Terima II) dan dinyatakan selesai 100% oleh Panitia PHO/FHO dari PDAM Tirta Lontar Kabupaten Kupang. Bahkan Proyek tahun 2015-2016 tersebut telah tercatat sebagai aset PDAM Tirta Lontar (sesuai LHP BPKP NTT tahun 2016 dan 2017).


Tersangka DALR sampai dengan sidang Pra Peradilan berlangsung, masih berada dalam Tahanan Polres Kupang, di Babau. Selain menahan tersangka, Kejari Oelamasi juga telah melakukan penyitaan 2 unit kendaraan roda 4 dan 1 kendaraan roda 2, serta sebidang tanah milik tersangka yang diperoleh tersangka dari hibah keluarga. Padahal 2 unit kendaraan dan tanah yang disita Kejari Oelamasi tersebut diperoleh sebelum tersangka DALR melaksanakan proyek tersebut.


“Kami merasa aneh dengan penyitaan kendaraan dan tanah tersebut, karena Mobil Toyota Inova yang disita diperoleh tahun 2014. Satu unit sepeda motor yang ikut disita perolehan tahun 2012. Sedangkan 1 unit Mobil Toyota New Fortuner perolehan tahun 2020,” ujarnya sambil meminta namanya tidak disebutkan.


Selain itu, Kejari Oelamasi juga telah menyita sebidang tanah di wilayah Oesapa Selatan. Tanah ini diperoleh dari hibah dari mama besar (kakak perempuan dari ibu kandung DALR) yang juga adalah Mama Sarani (saksi Ibu Baptis di Gereja) yang diberikan pada tahun 2020.


“Namun atas dasar itikad baik dan patuh kepada hukum, keluarga mempersilahkan dan mengizinkan penyidik Kejaksaan Negeri Kupang, menyita dan membawa aset milik DALR guna kepentingan penyidikan,” tuturnya. (vn/tim)

Share:

Kamis, 24 Maret 2022

Dana Rp 165 M Ludes, Stunting NTT Meningkat

Gabriel Goa

Jakarta,  Voice News.Id - Para pegiat anti korupsi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia (Kompak) Indonesia dan Aliansi Masyarakat Madani Nasional (AMMAN) FLOBAMORA menilai Dana Program Pencegahan Stunting sekitar Rp 165 Milyar yang di Kelola oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT) Tahun Anggaran (TA) 2018 hingga 2021 ludes atau habis dikelola Pemprov NTT.  Namun pengelolaan dana yang bersumber dari APBD NTT (sekitar Rp 125 M) dan APBN (sekitar Rp 40 M) tersebut tidak berdampak signifikan bagi penurunan stunting (anak tumbuh kerdil, red) di NTT. Angka stunting di NTT malah tetap tertinggi di Indonesia ditahun 2022, yaitu 22 persen (naik 1,1 persen dari tahun 2021 yaitu 20,9 persen, red). 


Demikian disampaikan Ketua Kompak Indonesia, Gabrial Goa dan Ketua AMMAN FLOBAMORA, Roy Watu Pati dalam rilis tertulis kepada tim media ini, pada Rabu (23/03/2022). 


"Bahkan menurut data media CNN pada 5 Maret 2022, tercatat ada 5 (lima) dari 22 Kabupaten/Kota di NTT (Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Sumba Barat Daya, dan Manggarai Timur, red) masuk kategori angka tertinggi stunting di Indonesia ditahun 2022. Ini miris, anggaran besar dialokasikan untuk cegah stunting tapi angka stunting terus naik dan tinggi di NTT," kritik duo pegiat anti korupsi itu dalam rilisnya.


Gabriel Goa dan Roy Watu Pati menduga gagalnya Pemprov NTT (khususnya Pokja Penanganan Stunting, red) dalam pencegahan stunting, oleh karena perencanaan program dan pelaksanaannya, termasuk pengelolaan anggaran program tersebut tidak tepat sasaran.

          Roy Watu Pati


Duo pegiat anti korupsi yang akrab disapa Gab dan Roy itu menjelaskan, bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) Nomor 91.C/LHP/XIX.KUPANG/05/2021, tertanggal 17 Mei 2021 Tentang Kinerja Atas Efektifitas Upaya Pemprov NTT Dalam Mendukung Percepatan Pencegahan Stunting Pada Wilayah Provinsi NT Tahun Anggara (TA) 2018 s/d 2021, ada sejumlah program pencegahan stunting oleh Pemprov NTT yang dinilai bermasalah. 


"Diantaranya pemberian Makanan Tambahan senilai Rp 46,5 Milyar. Pembangunan dan pengembangan air bersih senilai Rp 8,7 Milyar tidak direalisasikan pada desa prioritas pencegahan stunting, hibah ternak sekitar Rp 18,1 Milyar, rumah pangan lestari sekitar Rp 9,9 Milyar, bantuan stimulan perumahan sekitar Rp 32,2 Milyar. Kami nilai programnya gagal kena target penerima manfaat? Jadi masuk akal kalau tidak ada efek bagi penurunan stunting di NTT dan  ini sangat disayangkan," ungkap Gab dan Roy.


Gab dan Roy juga mengaku kecewa membaca informasi media (pada 23/03) tentang Angka Stunting di Povinsi NTT tahun 2022 mengalami kenaikan sebesar 1,1 % (persen) menjadi 22 persen dari tahun sebelumnya (tahun 2021, red) yang tercatat hanya 20,9 persen. 


"Perlu dipertanyakan kapabilitas dan kinerja tim kerja (Pokja, red) Pemprov NTT terkait pencegahan stunting. Mungkin perlu dilihat dan dievaluasi lagi tim kerja oleh pasangan Viktori-Joss, karena sepertinya ada yang kurang beres terkait pengelolaan program dan anggarannya, yang tidak berpengaruh signifikan bagi penurunan stunting di bumi Flobamora," tegas Roy dan Gab. 


Yang paling penting, kata Gab dan Roy, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu hadir di NTT untuk menelusuri dugaan adanya penyimpangan atau penyelewengan pengelolaan dana program tersebut, karena itu  dana negara yang diperuntukkan bagi kepentingan rakyat yang sedang menderita. 


Menurut Gab dan Roy, berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 71 Tahun 2019 tentang Aksi Percepatan Pencegahan dan Penanganan Stunting di Provinsi NTT Tahun 2019-2023, Pemprov NTT memiliki peran untuk meningkatkan koordinasi antara Perangkat Daerah Provinsi dengan Perangkat Daerah Kabupaten/Kota terkait pelaksanaan Aksi Konvergensi Stunting. 


“Termasuk di dalamnya pelaksanaan kegiatan intervensi gizi spesifik dan sensitif. Namun dari hasil pemeriksaan di lapangan, diketahui bahwa masih terdapat permasalahan terkait pelaksanaan kegiatan intervensi gizi sensitif,” tulis Gab dan Roy mengutip LHP BPK.


Permasalahan tersebut menurut BPK, jelas Gab dan Roy, antara lain: a)Koordinasi Intervensi Gizi Spesifik belum dilaksanakan, seperti 1)Bina Keluarga Balita; dan 2) Pengelolaan PAUD. b)Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan dan Pengembangan Air Bersih belum diprioritaskan di Lokasi Prioritas Stunting.


Menurut BPK, lanjut Gab dan Roy, kondisi tersebut tidak sesuai dengan: 1)Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (stunting) Periode 2018-2024 dan Keputusan Gubernur NTT Nomor 159/KEP/HK/20 T tentang lokasi prioritas penanganan kemiskinan dan stunting Provinsi NTT tahun 2020 dan 2021. Juga Peraturan Gubernur NTT Nomor 71 Tahun 2019 tentang Aksi Percepatan Pencegahan dan Penanganan Sunting di Provinsi NTT Tahun 2019-2023.


Sesuai LHP BPK, jelas keduanya, kondisi tersebut disebabkan oleh: 

a) Pemerintah Provinsi NTT belum menyusun pedoman pelaksanaan koordinati antar OPD lintas sektor dan pelihatan pihak son-pemerintah; 

b) Dinas Kesehatan Provinsi NTT belum melakukan koordinasi OPD Lintas Sektor terkaitkegiatan BKB dan Dinas Pendidikan Provina NTT terkait Kelas Pendidikan Pengasihan pada Orang Tua, dan Pengelolaan PAUD; 

c) Dinas PUPR Provinsi NTT belum mengutamakan lokasi prioritas sunting dalam kegiatan pembangunan dan pengembangan air bersih; 

d) Dinas PMD Provinsi NTT belum melakukan monitoring terhadap kegiatan yang dilakukan oleh petugas pelaporan pemantauan Ibu dan Bayi; dan

e) Bappelitbangda belum melakukan sosialisasi atas kebijakan pemberian belanja bantuan khusus kepada kabupaten kota.


BPK RI juga merekomendasikan kepada Gubernur NTT agar menginstruksikan: 

à) Sekretaris Daerah untuk menyusun kebijakan pelaksanaan koordinasi OPD lintas sektor tingkat provinsi dan mekanisme kerjasama atau keterlibatan pihak lain (non pemerintah); 

b) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT untuk melakukan koordinasi OPD Lintas Sektor terkait pelaksanaan BKB dan Dinas Pendidikan Provinsi NTT terkait pelaksanaan Kelas Pendidikan Pengasihan pada Orang Tua, dan Pengelolaan PAUD;

c) Kepala Dinas PUPR untuk ke depannya mempertimbangkan lokasi prioritas sunting untuk pembangunan dan pengembangan air bersih; 

d) Kepala Dinas PMD Provinsi NTT untuk bersurat kepada Dinas PMD Kabupaten Kota agar melaporkan kegiatan pemantauan ibu dan bayi, dan; 

e) Kepala Bappelitbangda Provinsi NTT untuk mensosialisasikan kebijakan pemberian Belanja Bantuan Khusus kepada kabupaten/kota. (vn/tim)

Share:

Kamis, 24 Februari 2022

Polda NTT Selidiki 8 Titik Tambang Ilegal PT. Yetty Dharmawan



Kupang, Voice News.Id - Kepolisian Daerah Nusa (Polda) Tenggara Timur (NTT) saat ini sedang melakukan proses  penyelidikan terhadap  8 (delapan) titik galian C (yang diduga) tak berizin alias tambang ilegal/liar  milik kontraktor PT. Yetty Dharmawan di Kabupaten Ende yang tersebar di 4  (empat) Kecamatan di Kabupaten Ende.


Hal tersebut ditegaskan Kapolda NTT, Irjen Pol. Drs. Setyo Budyanto, S.H, M.H melalui Kabid Humas Polda NTT, Rishian Krisna B, S.H, S.I.K. M.H.


"Masih penyelidikan (terhadap 8 titik galian C milik PT. Yetty Dharmawan, red)," jawab Kapolda melalui  Kabid Humas Polda NTT, Rishian Krisna B, S.H., S.I.K., M.H  pada  wartawan, Kamis (24/02/21) melalui pesan WhatsApp terkait proses hukum terhadap dugaan Tambang Ilegal (Illegal Mining) perusaan tersebut.


Kapolda NTT diminta tanggapan terkait permintaan, Koordinator TPDI & Advokad Peradi, Petrus Selestinus, S.H., MH dalam rilisnya pada (14/02/2022), kepada Pihak KAPOLRI, KAJAGUNG, dan KPK untuk memproses hukum komisaris dan Direktur PT. Yetty Dharmawan karena telah merusak lingkungan melalui 8 titik Tambang Ilegal (Illegal Mining) milik perusahaan tersebut. Selain itu, ada indikasi KKN dan pencucian uang dibalik pembiaran tambang ilegal tersebut oleh berbagai pihak terkait.


Petrus Salestinus menjelaskan, Manajemen  PT. Yetty Dharmawan baik itu Direkturnya, Sony Indraputra dan Komisarisnya,  Yanto Dharmawan terkesan begitu  arogan terkait praktek tambang liar tanpa IUP OP dari Kementrian ESDM R.I, sehingga  Pemerintah Daerah kabupaten Ende dan Kapolda NTT tidak berdaya menghadapi  keserakahan Pengusaha ini dalam merusak alam dan lingkungan. 


Menurut mantan kuasa hukum Presiden R.I, Megawati Soekarno Putri ini,  aparat Penegak Hukum terutama Kapolda NTT, Irjen Pol Drs. Setyo Budiyanto, S.H,M.H, tidak boleh menjadi konco-konco Pengusaha seperti  PT. Yetty Dharmawan  dalam bisnis kotor yang merugikan rakyat dan negara.


Jika hal ini terjadi dan dilakukan pembiaran,  maka hukum mati suri dan keadilan rakyat dirampok pengusaha rakus dan tamak seperti yang dilakukan oleh seorang Yanto Dharmawan dan Sony Indraputra selaku komisaris dan direktur PT.  Yetty Dharmawan. 


Petrus Selestinus menjelaskan,  perilaku manajemen PT. Yetty Dharmawan dalam merusak lingkungan, menabrak aturan undang-undang Minerba, karena merasa diri   seperti 'raja- raja kecil' di kabupaten Ende.


Selain memonopoli pekerjaan, juga melanggar  aturan, sehingga  hukum dibuat 'mati suri' dan keadilan rakyat dirampok oleh raja-raja kecil di daerah, maka harapan satu-satunya adalah rakyat bersatu dan mari kita lawan mereka (Yanto Dharmawan dan Sony Indraputra), yang zolim dengan kekuatan rakyat melalui apa yang  disebut partisipasi masyarakat dalam proses penegakan hukum termasuk aksi lapangan.


PT. Yetty Dharmawan, kata Petrus Selestinus,  disebut-sebut telah merusak lingkungan, menimbulkan konflik sosial, tanah longsor, polusi udara, sumber mata air menjadi kering, krisis air bersih, akibat penambangan liar tanpa Izin Pemerintah.


"Oleh karena tanpa izin, maka dipastikan PT. Yetty Dharmawan tidak membayar pendapatan negara (penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak, seperti iuran tetap, iuran produksi dll.) dan pendapatan daerah (pajak daerah, retribusi daerah, iuran pertambangan rakyat dll. pendapatan yang menjadi hak daerah, lalu uangnya lari ke kantong siapa?" paparnya. 


Dalam rilisnya tersebut Petrus menegaskan, Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II dan Komisi III DPRD Ende, tidak boleh  berhenti tetapi harus  ditindaklanjuti dengan memanggil manajemen PT. Yetty Dharmawan untuk suatu penyelidikan ke arah kelalaian mengurus izin, kelalaian membayar pendapatan negara dan pendapatan daerah sehingga direkomedasikan kepada Aparat Penegak Hukum suatu pola penindakan ke arah Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencuciaan Uang terhadap PT. Yetty Dharmawan.


"Apakah ada upeti, gratifikasi dan/atau suap disitu, sehingga Kapolda harus berani menangkap dan menahan saudara Yanto Dharmawan dan Sony Indraputra, sebagai pihak yang paling bertanggungjawab, karena telah melakukan tindak pidana pencucian uang,"  tandasnya. 


Lebih lanjut, Petrus menguraikan, jika saja melalui mekanisme politik di DPRD Ende, upaya ini tidak membawa  hasil, maka seluruh elemen masyarakat Ende di Kota Ende, di Kupang dan di Jakarta, segera rapatkan barisan untuk melakukan sebuah Advokasi besar guna menghentikan atau menutup total penambangan liar yang dilakukan oleh PT. Yetty Dharmawan di 8 titik yang tersebar di 4 Kecamatan, Kabupaten Ende.


Gerakan Advokasi besar ini guna  meminta kepada KAPOLRI, JAKSA AGUNG RI dan KPK agar turun tangan membentuk satu tim khusus guna melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua pejabat yang diduga terlibat. 


Untuk itu, maka tindakan kepolisian segera harus dilakukan di 8 ( Delapan) titik lokasi yang tersebar di 4 Kecamatan dengan mempolice line (pita kuning) TKP dan satu Unit alat produksi Aspal Mixing Plant (AMP) milik PT. Yetty Dharmawan di Tanali Wewaria yang disebut  tidak memiliki  Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP)  dari Kementerian ESDM, satu dan lain guna mencegah agar PT. Yetty Dharmawan tidak menghilangkan jejak dan barang bukti untuk disita.


Jika saja Aparat Penegak Hukum tidak berani melakukan langkah hukum apapun, maka menurut Petrus,  kekuatan rakyat melalui elemen masyarakat yang ada di Ende, Kupang dan Jakarta membentuk aliansi Advokasi besar, sebagai bagian dari partisipasi atau peran serta masyarakat dalam Penegakan Hukum, berupaya menutup semua lokasi tambang PT. Yetty Dharmawan di Ende. 


Ia juga meminta KAPOLRI, JAKSA AGUNG RI, dan KPK turun tangan melakukan penindakan, demi menyelamatkan bumi Pancasila Kota Ende dari kehancuran sistemik. (vn/ius)

Share:

Sabtu, 19 Februari 2022

Ada Konspirasi Terselubung Dibalik Pembobolan Rekening Nasabah Bukopin

 


Kupang, Voice News.Id - Diduga ada konspirasi terselubung dalam kasus dugaan pembobolan rekening nasabah Bank Bukopin Cabang Kupang senilai  Rp 3 Milyar atas nama Rebeka Adu Tadak (RAT). Konspirasi tersebut diduga melibatkan staf dan pimpinan Bank Bukopin Cabang Kupang. 

Demikian disampaikan kuasa hukum RAT, Agustinus Nahak SH., MH saat menggelar jumpa pers menanggapi klarifikasi pihak bank Bukopin Cabang Kupang, terkait kasus tersebut, Jumat (18/2/22).

“Ada konspirasi untuk membobol uang nasabah saya senilai Rp 3 Milyar di Bank Bukopin yang melibatkan staf dan Pimpinan Bank Bukopin Cabang Kupang. Ini kejahatan perbankan. Ada permufakatan jahat untuk membobol uang klien saya. Jika tidak ada konspirasi atau permufakatan jahat maka tidak mungkin JT yang hanya seorang staf biasa bisa membobol rekening klien saya hingga Rp 3 M,” tandas Nahak.

Ia menilai apa yang dilakukan oleh karyawan dan pimpinan Bank Bukopin ada konsipirasi jahat. "Konspirasi jahat disini yakni ada  karyawan Bank Bukopin datang dengan seragam bank, KTA bank, dan melayani klien saya. Tapi  tiba-tiba beralih profesi menjadi karyawan sebuah PT. atau perusahaan tertentu (PT. Mahkota Property Indo Permata/MPIP, red) yang klien saya tidak kenal sama sekali. Kemudian memindahkan uang klien saya tanpa konfirmasi yang baik dan benar,” ujar Nahak.

Nahak menjelaskan, uang nasabahnya hanya bisa dicairkan dari deposito (atas nama RAT senilai Rp 2 M, red), lalu disetor ke rekening tabungan (atas nama RAT senilai Rp 1 M menjadi Rp 3 M, red). Kemudian ditransfer ke rekening PT. Mahkota (PT. MPIP, red) senilai Rp 3 M dengan otorisasi (persetujuan dari users dan pasword, red) dari jajaran pimpinan (kepala teller, red) hingga Kepala Cabang Bank Bukopin.

Karena itu, lanjutnya, pihak manajemen Bank Bukopin harus bertanggung jawab terhadap pembobolan rekening kliennya senilai Rp 3 M tersebut karena bank tersebut gagal menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mengelolah uang nasabah. “Pihak bank harus jeli dan menerapkan prinsip kehati-hatian. Masa uang Rp 3 M keluar begitu saja tanpa KTP Asli, Surat Kuasa, dan pengisian formulir (slip bank, red). Makanya saya katakan ada konspirasi,” tandas Nahak.

Nahak juga menilai, Bank Bukopin dalam pernyataannya saat menggelar jumpa pers,  terkesan lari dari tanggung jawab alias cuci tangan. "Bank Bukopin itu sepertinya mau cuci tangan dari kasus ini. Saya ingatkan sekali lagi bahwa menurut undang-undang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), ketika nasabah menyimpan uang di bank maka jaminannya adalah bank itu sendiri," ucapnya.

Menurutnya, JT adalah pegawai Bank Bukopin Cabang Kupang. “JT mendatangi dan melayani klien saya sebagai nasabah prioritas Bank Bukopin dengan menggunakan seragam dan identitas (tanda pengenal, red) sebagai pegawai Bank Bukopin. Klien saya tidak tahu kalau JT juga merangkap sebagai pegawai di perusahaan lain,” ungkapnya.

Nahak membeberkan sejumlah kejanggalan yang tidak sesuai protap (prosedur tetap, red) dalam pencairan dalam pencairan dan transfer uang kliennya oleh Bank Bukopin. “Kalau dikatakan transfer uang senilai Rp 3 M (ke rekening PT. MPIP, red) sudah sesuai protap, mengapa JT tidak diberi KTP asli oleh klien saya? Mengapa tidak ada surat kuasa dari klien saya? Mengapa tidak ada formulir (slip bank, red) yang disisi klien saya? Mengapa tidak ada konfirmasi kepada klien saya?” bebernya.

Menurut, kejanggalan tersebut merupakan syarat atau protap yang harus dipenuhi dalam transaksi di bank. " al-hal tersebut sangat penting, bagaimana uang Rp 3 M bisa keluar tanpa terkonfirmasi dengan baik dan benar, tanpa KTP asli, tanpa surat kuasa, tanpa mengisi formulir (slip bank, red)," tegas Nahak.

Ia juga mengaskan bahwa, SP3 laporan kliennya oleh Ditreskrimsus Polda NTT bisa dibuka lagi karena laporan tersebut baru sampai pada tahapan penyelidikan bukan penyidikan sehingga bukan objek pra peradilan. "Saya katakan, Krimsus Polda NTT mengeluarkan SP3 penyelidikan bukan  penyidikan, sehingga itu bukan objek pra praperadilan. Praperadilan itu jika statusnya penyidikan, kasus ini baru di tahap penyelidikan sehingga bisa dibuka kalau kita punya bukti baru," tegas Nahak.

Selanjutnya, Agutinus Nahak membantah dan mejelaskan sejumlah kejanggalan-kejanggalan  terkait pemindahan uang kliennya dari Bank Bukopin ke PT. Mahkota diantaranya :

Pertama, Kliennya tidak pernah mengenal PT.Mahkota dan tidak pernah mau menginvestasikan uangnya ke perusahaan tersebut. Ia juga mengatakan bahwa klienya tahu tentang PT. Mahkota dari Aci EW setelah ada kegaduhan antara kliennya dan Jequlin perihal bukti bilyet deposito Rp 3 M yang tak kunjung diserahkan bank pada kliennya. "Terkait pernyataan bahwa Jeklin sudah pernah memperkenalkan PT.Mahkota ke klien saya sebelumnya, saya katakan itu tidak benar. Kalau benar, tolong sertakan bukti percakapan  atau video terkait hal itu," tegasnya. 

Kedua, Tidak ada surat kuasa dari kliennya ke pihak manapun agar uangnya dipindahkan dari Bank Bukopin ke PT. MPIP.

Ketiga, Kliennya tidak pernah memberikan KTP dan nomor rekening bank dan data lainnya ke pihak manapun sebagai salah satu syarat pencairan maupun pemindahan uangnya ke PT. MPIP.

Keempat, Kliennya  Tidak pernah mengisi Formulir apapun dari PT. Mahkota terkait investasi atau konfirmasi investasi di lembaga tersebut.

Kelima, Kliennya tidak pernah menikmati uang bunga investasi dari PT. Mahkota. Kenyataannya yang dimaksudkan uang bunga adalah uang yang ditransfer dari rekening pribadi Aci EW dan PT. MPIP sesaat setelah kegaduhan di Bank Bukopin ke rekening RAT. Uang tersebut terblokir di Bank Bukopin sampai saat ini.

Sementara itu Rebeka Adu Tadak (RAT) dalam jumpa pers itu menegaskan bahwa dirinya tidak pernah memberikan perintah untuk mentransfer uang Rp 3 M miliknya ke rekening PT. MPIP. “Saya minta uang saya Rp 1 M yang di rekening tabungan dicairkan, lalu ditambah dengan uang dari deposito yang  Rp 2 M untuk dibuat deposito baru senilai Rp 3 M berjangka waktu 1 bulan,” jelasnya.

Menurut RAT, ia tidak pernah tahu menahu tentang transfer uangnya ke rekening PT. MPIP. “Saya tidak pernah tahu itu PT. Mahkota (MPIP, red). “Saya baru tahu uang saya ditransfer ke PT. Mahkota saat didatangi oleh JT dan Aci Ely (Ely Wirawan) sekitar 1 bulan kemudian. Saat itu Aci Ely bilang, uang mama tidak ada di Bukopin tapi di PT. Mahkota. Depositonya 3 bulan,” jelasnya.

Mendapat informasi tersebut, RAT ribut dengan JT dan EW. RAT dan suaminya sangat marah dan meminta agar uangnya segera dikembalikan ke Bank Bukopin. “Saat itu Jequalin dan Aci Ely berjanji untuk mengembalikan uang tersebut. Namun tidak dilakukan,” bebernya. (cn/tim)

Share:

KASUS VINA TERBONGKAR

IKLAN BANNER

GALERY BUDAYA SUMBA

Label

PANORAMA PANTAI LAMALERA

BERITA TERBARU

GALERY BUDAYA MASYARAKAT SABU