(Tanggapan Terhadap Jumpa Pers 'Aneh' Kapolres Nagekeo)
Opini Oleh : Primus Dorimulu (Wartawan, Tinggal di Jakarta)
SAYA sebut Jumpa Pers yang dilakukan Kapolres Nagekeo, AKBP Yudha Pranata dengan 'Geng Wartawan' Kaiser Hitam (KH) Destroyer sebagai Jumpa Pers penuh keanehan. Kesan yang saya tangkap dari pernyataan Kapolres dalam Jumpa Pers tersebut, seolah-olah Orang Nagekeo
dianggap bodoh dan pers lokal dinilai ‘mati angin’ serta gampang disetir. Ini
jelas penghinaan kepada masyarakat Nagekeo dan pers. Karena itu, bagi saya perlakuan
dan cara-cara seperti ini harus dilawan.
Kapolres Nagekeo, AKBP Yudha Pranata menggelar jumpa pers
tentang Grup KH (Kaiser Hitam) Destro, peran pers, penganiayaan empat pemuda
Aeramo, Nagekeo yang dituduh mabok. Pada kesempatan yang sama, Kapolres juga
menjelaskan soal laporan Ketua Suku Nataia atas berita Patrick Meo Djawa,
wartawan Tribun News, hingga masalah revitalisasi Pasar Danga.
Catatan saya setelah melihat video jumpa pers ini:
1. 1. Jumpa pers ini eksklusif.
Yang diundang hadir hanya wartawan Grup KH
(Kaiser Hitam) Destroyer (Destro). Wartawan profesional dari media independen tidak diundang. Jumpa pers
tidak boleh eksklusif. Semua media yang biasa meliput berita di Mbay harus
diundang. Kalau memang tujuannya luhur: undang semua wartawan yang biasa meliput di Mbay. Masa tidak ada TVRI,
Antara, Pos Kupang, Flores Pos, TribuneNews, dsb.
2. 2. Video tidak menampilkan sosok wartawan yang
hadir.
Dalam sesi tanya-jawab, wajah wartawan yang
bertanya tidak terlihat. Hanya suara yang terdengar. Terkesan, wajah dan nama 5 orang wartawan KH Destroyer disembunyikan. Ini jumpa pers jenis apa?
3. 3. Pertanyaan wartawan Destro sangat tidak bermutu.
4. Tidak ada pertanyaan kritis yang mampu memaksa
narasumber untuk menjelaskan kasus sebenarnya.
Mestinya ada pertanyaan, antara lain:
Mengapa KH Destro jadi sangat eksklusif dan hanya jadi corong Kapolres? Mengapa
menganiaya pemuda pada Hari Paskah, hari suci umat Katolik dan anak muda itu
sedang merayakan Pesta Paskah? Kalau benar mereka mabuk, apakah tidak ada cara
lain untuk tangani mereka? Mengapa harus ditangani kekerasan? Masih banyak lagi
pertanyaan kritis yang mestinya bisa ditanyakan jika jumpa pers dilakukan
secara terbuka bukan eksklusif untuk wartawan Anggota KH Destroyer.
5. 4. Kapolres mengakui bahwa KH (Kaiser Hitam)
Destroyer adalah grup yang dibentuknya.
Menurut Kapolres, Tujuannya adalah untuk
pembinaan wartawan, agar wartawan menulis berita yang benar, berita yang sudah
dikonfirmasi.
Ini benar-benar menyesatkan! Yang membina
wartawan bukanlah polisi, tapi media tempat wartawan bekerja, asosiasi tempat
wartawan bernaung (PWI, AJI, IJTI, AMSI, dsb), dan Dewan Pers.
5. Polisi tak perlu membina pers.
Polisi tidak perlu membina pers, melainkan cukup menjadi
narasumber yang aktif, minimal cepat merespons pertanyaan media, dan berlaku
adil terhadap semua media. Undangan jumpa pers mestinya disampaikan kepada semua
media, bukan hanya kepada 5 wartawan/media anggita group KH Destroyer. Dengan mengaku dan menempatkan diri sebagai Pembina Pers, Kapolres Nagekeo sedang mengerdilkan peran, tugas dan fungsi pers.
6. Pers adalah Pilar ke-4 Demokrasi Indonesia.
Polisi tidak perlu membina pers, karena pers adalah
kekuatan keempat (selain eksekutif, legislatif, dan yudikatif) untuk
melaksanakan kontrol sosial. Pers adalah watchdog, yang antara lain, bertugas
mengontrol kerja polisi. Pasal 3 UU No 40 tentang Pers menyebutkan, pers
nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan
kontrol sosial. Mengapa terkesan pers diketakkan di bawah ‘ketiak’ Kapolres?
7. Polisi tak perlu membina pers karena pers memiliki
independensi.
Polri sebagai institusi cukup membina aparat kepolisian.
Masing-masing institusi melakukan pembinaan internal. Biarlah setiap profesi
bekerja dengan standar profesinya.
8. Perintah Kapolres, “Bikin dia stress” tidak bisa dianggap sepele.
Karena yang mengancam adalah Kapolres yang punya senjata api, pasukan, dan
punya ‘perhatian’ khusus kepada Patrick, wartawan Tribun News. Tiga kata —bikin
dia stress— harus dibaca dalam satu frasa. Artinya ada aksi serius dengan
target agar Patrick stress. Tingkat
stress bisa rendah, bisa sedang, dan sangat tinggi hingga gila dan bunuh diri.
Level stress manakah yang ditargetkan Kapolres?
9. Pernyataan di poin (8) yang Berisi Ancaman terhadap Wartawan.
Karena di bagian
dialog lain, ada respons dari anggota KH Destro. “Ini mau nya apa anak Tribun.”
“Maunya kita patahkan rahangnya.” “Ade
atur dulu, urusan belakangan.” “Coba
cara baik2 dulu. kalau gak, baru d jadikan sampah.” Itu dialog anggota Grup HK
Destroyer. Sesuai namanya “Destroyer”, mereka hendak menghancurkan siapa saja
berseberangan dengan mereka! Rahang
Patrick mau dipatahkan. Patrick mau dijadikan sampah! Benar-benar destroyer!
10. Dalam jumpa pers,
anak muda yang dikabarkan mabok dan ditahan hampir sepekan terlihat ketakutan.
Apa yang dilakukan polisi selama mereka
dalam tahanan? Kapolres dengan entengnya
mengatakan tidak ada pemukulan. Semua penjelasan berbeda dengan fakta dalam
video yang beredar.
11. Kapolres menyatakan, media di luar Grup Destro tidak
melakuan klarifikasi dengan meminta keterangan kepada mereka, minimal lewat WA.
Ini jelas sebuah kebohongan publik. Para wartawan lokal menyimpan permintaan
mereka lewat WA kepada Kapolres dan pejabat di bawahnya. Tapi, tak ada respons.
Bahkan ada nomor HP wartawan yang diblokir. Saat datang di kantor Polres pun
Kapolres tidak bersedia untuk diminta klarifikasi.
12. Wartawan bekerja dengan standar jurnalistik.
Berita
tentang sebuah kasus tidak boleh hanya andalkan satu sumber. Tidak boleh!
Sumber berita harus lebih dari satu pihak. Dalam hal sengketa, semua pihak yang bersengketa harus
diwawancarai terpisah.
Dalam kasus penganiayaan pemuda Aeramo, yang harus
diinterviu media adalah anak-anak muda yang terlibat, Kapolres dan Patrick
ajudannya, masyarakat setempat sebagai saksi.
Saat ini, anak muda yang dilepas belum bisa dijadikan narasumber. Mereka
pasti masih ketakutan.
13. Ketua Suku Nataia juga dihadirkan dalam jumpa pers.
Untuk apa Ketua Suku Natalia dihadirkan dalam Jumpa Pers? Mau menakut-nakuti Patrick.
Sebagai wartawan yang bertanggung jawab atas tulisannya. Polisi tak
boleh main panggil wartawan atas sengketa/delik pers atau terkait karya
jurnalistik (berita/opini dll) yang ditulisnya. Karena terkait karya
jurnalistik, wartawan hanya tunduk pada UU Pers No.40 Tahun 1999.
14. Kapolres meminta wartawan menjalankan tugas dengan
benar.
Melakukan investigasi untuk mendapatkan informasi yang akurat. Mengapa
Kapolres Sok Ngatur kerja Pers? Pertanyaannya, apakah Penyidik Polres Nagekeo
sudah profesional dalam bekerja? benar dalam mengidentifikasi objek perkara? Hehehe ... Mengapa bisa salah
identifikasi dalam kasus Pasar Danga? Objek lain yang digusur, tapi objek lain yang diidentifikasi?
15. Investigasi wartawan Patrik di Pasar Danga.
Bukankah Patrick sedang melakukan tugas jurnalistiknya
agar publik tidak hanya mendapatkan informasi sepihak, yakni hanya dari Polres
Nagekeo? Mengapa Kapolres Nagekeo mempersoalkan kerja jurnalistik? Mengapa Sok
ngatur kerja jurnalistik?
16. Jangan menilai masyarakat bodoh.
Dalam Jumpa Pers, Kapolres Nagekeo menarasikan seolah-olah masyarakat pembaca adalah kelompok orang 'bodoh' sehingga untuk mengatasi kebodohan itu, semua berita hanya boleh datang dari satu pihak,
yakni dari Polres Nagekeo.
Di luar berita yang bersumber dari Polres adalah
tidak benar dan merusak opini masyarakat. Dinarasikan seolah-olah Wartawan yang
menulis berita di luar versi Polres Nagekeo masuk kategori warwawan tidak
benar. Ini benar-benar sebuah pandangan yang sangat menyesatkan. Pandangan
seperti ini hanya bisa ada di RRC dan Rusia, negara totaliter. Ini negara demokrasi,
Pak!
17. Peran Pers.
Pada pasal 6 UU Pers disebutkan: Pers berperan untuk (a)
memenuhi hak rakyat untuk mengetahui (right to know). (b) Pers nasional menegakkan nilai-nilai
dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia,
serta menghormati kebhinekaan, (c) mengembangkan pendapat umum berdasarkan
informasi yang tepat, akurat, dan benar; (d) n melakukan pengawasan, kritik,
koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; (e) memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
18. Kapolres Ingin Menjadi Penentu Arah Opini Publik di Nagekeo.
Tampak jelas, Kapolres ingin menjadi satu-satunya pihak
yang menentukan opini publik di Nagekeo. Narasumber lain, yang kompeten di
bidangnya dinilai tidak layak menjadi narasumber. Jika ada informasi lain di
luar versi Polres Nagekeo dinilai sebagai penyesatan opini publik. Padahal,
sesungguhnya yang menyesatkan publik adalah sikap Kapolres Nagekeo itu.
19. Biarlah para wartawan bekerja dengan standar profesinya.
Polisi bekerja dengan standar profesinya. Dalam menjelaskan profesi, wartawan membutuhkan
narasumber yang kredibel di bidangnya. Berikan mereka informasi, termasuk saat
mereka meminta klarifikasi informasi.
Tapi, polisi tak boleh melarang saat
warwawan melakukan cross check ke sumber lain. Karena untuk mendapatkan
kebenaran, wartawan wajib melakukan check and recheck, cover both sides,
melihat masalah multi-angles. Jika itu
terjadi, yang untung adalah masyarakat. Karena mereka akan mendapatkan berita
yang benar, tepat, dan akurat.
20. Indonesia adalah negara demokrasi dan negara hukum.
Biarlah rakyat bebas mengekspresikan pendapatnya. Selama ekspresi pendapat sesuai
koridor hukum, pihak penegak hukum perlu mendukung tanpa menebar rasa takut.
Terimakasih.
Salam damai.